Ketika Kyai Ahmad Dahlan Mengajarkan Wal’ashri

[JAKARTA, MASJIDUNA]– Pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan, selain dikenal karena mengajarkan surat Al Maun secara berulang-ulang, dia juga dikenal sering mengajarjan wal’ashri atau surat Al-ashri secara berulang-ulang. Tercatat delapan bulan dia memberikan pengajian wal’ashri kepada para santri dan jamaahnya.

Hal itu disampaikan oleh Agus Taufiqurrahman, dokter Spesialis Saraf sekaligus Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah ini pada, Jumat (26/1) di acara Pengajian yang diselenggarakan oleh Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Tamantirto Selatan, Kasihan, Bantul.

Baca Juga: 23 Februari 98 Tahun Silam, KH Ahmad Dahlan Wafat

Menurut dokter Agus, metode Pengajian wal’ashri yang digunakan oleh Kiai Dahlan sama dengan metode yang digunakan ketika mengajarkan Al Ma’un.

“Sehingga ada sejarah yang mencatat bahwa Kiai Dahlan itu sering disebut sebagai Kiai wal’ahsri. Bisa dibayangkan ngajinya keliling ke mana-mana, ngajinya wal’ashri,,” kata Agus.

Tentang keutamaan surat pendek ini, Agus mengutip pendapat dari Imam Syafi’i yang menyebutkan bahwa, apabila Allah tidak menurunkan surat lain di dalam Al Qur’an, maka cukup Al Ashr ini saja sebagai pedoman hidup muslim.

Surat Al Ashr yang hanya berisi tiga ayat ini oleh Kiai Dahlan diajarkan untuk menekankan kepada para santri agar memanfaatkan waktu sebaik-baiknya.

“Dan ditekankan lagi agar anak didiknya itu agar menggunakan waktu untuk memperbanyak amal salih, agar anak didiknya itu mengerjakan amal salih tidak hancur karena pamer dan ria’. Agar anak didiknya itu bersabar dalam menjalani peran-peran kehidupannya itu,” ungkapnya.

Baca Juga: Pimpinan NU-Muhammadiyah Bertemu, Peran Umat Islam Majukan Indonesia

Berbeda dengan ketika mengajarkan Al Ma’un yang baru tiga bulan lalu diprotes santrinya, selama delapan bulan Kiai Dahlan mengajarkan Al Ashr belum ada santri yang memprotesnya.

Menurut dr. Agus perbedaan yang mencolok dari metode ajar Kiai Dahlan dengan yang lain adalah egaliternya dan ayat-ayat Al Qur’an yang diajarkan bukan hanya dihafal dan dipahami saja, tetapi juga menjadi semangat amal kebajikan.

(IMF/sumber: Muhammadiyah)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *