Ketua MUI: Merujuk Pendapat Ulama, Ikrar Wakaf Boleh Secara Sepihak

Keberadaan media digital dapat dimaksimalkan dalam menjangkau wakaf dan pendistribusian wakaf.

[JAKARTA, MASJIDUNA] — Ketua Majelis Ulama  Indonesia (MUI) Bidang Ekonomi Syariah dan Halal, KH Sholahuddin Al Aiyub berpendapat akad pada wakaf boleh dilakukan  secara sepihak. Dengan begitu, tidak mensyaratkan adanya ijab qobul. Apalagi di era digitalisasi yang hendak mewakafkan hartanya sah secara syariah.

“Merujuk pada pendapat ulama, ikrar dalam wakaf boleh dilakukan secara sepihak. Hal tersebut sah secara syariah,” ujarnya pada  webinar bertajuk “Manajemen Wakaf Berbasis Digital Untuk Tingkatkan Produktivitas dan Akuntabilitas Publik”, Selasa (02/11/2021).

Menurutnya ijab qobul dalam wakaf berbedahalnya dengan nikah. Nah pendapat tersebut dapat menjadi landasan dalam berwakaf digital. Praktik wakaf  sejatinya sudah terlaksana sejak era Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam dan para sahabat. Sepertihalnya kisah masyur sebuah  sumur Raumah yang diwakafkan Khalifah sayidina Utsman bin Affan bagi kepentingan umat. Hingga saat ini, sumur tersebut masih mampu mengairi perkebunan di sekitarnya.

Dia menerangkan, adanya perbedaan wakaf dengan zakat. Menurutnya wakaf diperbolehkan didistribusikan bagi fakir miskin maupun kalangan masyarakat tak mampu. Namun tak boleh diperjualbelikan objek wakaf tersebut. Sedangkan pahalanya bakal mengalir terus hingga pemberi wakaf itu wafat.

 “Sebagaimana kisah dari Sayyidina Utsman bin Affan,” katanya.

Kiai Aiyub menilai, wakaf menjadi donasi dan investasi dunia akhirat. Wakaf mewajibkan pengelolanya agar tidak mengurangi apalagi menghilangkan nilai pokoknya. Setidaknya begitu satu dari sekian  kunci wakaf bisa menjadi penggerak ekonomi nasional. Menurutnya, para ulama menyebutnya sebagai sedekah jariyah. Sebab  pahala orang yang berwakaf bakal  mengalir terus, sekalipun pewakaf telah wafat.

Argumen wakaf sebagai sedekah jariyah tersebut, ujar Kiai Aiyub, berdasarkan jumhur (kesepakatan mayoritas) ulama yang bersandar pada hadis Rasulullah SAW:

إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلا مِنْ ثَلاثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ “

“Ketika seseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali 3 (perkara) yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang berdoa baginya.” (HR. Muslim)

Bagi Kiai Ayub, keberadaan media digital dapat dimaksimalkan dalam menjangkau wakaf dan pendistribusian wakaf. Malahan para ulama fiqih terkemuka pun  membolehkan wakaf melalui sarana media digital.

[KHA/MUI]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *