[JAKARTA, MASJIDUNA] — Melakukan aktivitas perekonomian kerap tak lepas dari persoalan untung dan rugi. Namun bertransaksi ekonomi dengan cara mendapatkan keuntungan dengan cara diharamkan dalam agama pun banyak terjadi. Riba, begitu nama dalam Islam merupakan perbuatan yang diharamkan.
Bahkan Allah Subhanahu Wata’ Ala pun melaknat pelaku riba. Dampak buruk yang melakukan riba, menjadikan pelakunya menjadi tamak dengan cara mendapatkan keuntungan dan harta dengan cara haram. Sebaliknya bagi salah satu pihak dalam transaksi perekomian dengan riba, bakal mencekik dan menyulitkan pelakunya.
Allah berfirman dalam sejumlah ayat dalam Alquran menyebutkan larangan umat muslim untuk meninggalkan perbuatan riba.
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah…” [Ar-Ruum/30: 39]
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” [Al-Baqarah/2: 278]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba…” [Ali ‘Imran/3: 130]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِّنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” [Al-Baqarah: 278-279]
Begitu pula Rasulullah, Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam memerintahkan umatnya mengharamkan perbuatan riba. Sebab terdapat banyak mudharat dari mereka yang mendapatkan keutungan dengan cara riba. Apalagi mereka yang memakan riba.
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu anhu, ia berkata:
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ. وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ.
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat pemakan riba, yang memberi riba, penulisnya dan dua saksinya,” dan beliau bersabda, “mereka semua sama”.
Dalam hadits yang sudah disepakati keshahihannya dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ! وَذَكَرَ مِنْهُنَّ: آكِلَ الرِّبَا.
“Jauhilah tujuh perkara yang membawa kehancuran,” dan beliau menyebutkan di antaranya, “Memakan riba.”
Dan dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu a’nhu, ia berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَلرِّبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُونَ بَابًا أَيْسَرُهَا أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ.
“Riba memiliki tujuh puluh tiga pintu (dosa), dan yang paling ringan (dosa)nya adalah bagaikan seseorang yang menikahi ibunya”. Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (No. 3539)], Mustadrak al-Hakim (II/37)
Dalam praktiknya, terdapat sejumlah jenis riba. Karenanya, umat muslim wajib meengetahuinya agar tidak terjerembab dalam lembah riba.
Pertama, Riba Jahiliyah
Jenis riba ini disebabkan lantaran jumlah utang yang harus dibayarkan jauh lebih tinggi ketimbang pokok utang yang ada. Sebab boleh jadi, amatlah memberatkan peminjam pinjaman uang tak mampu melunasi dalam jangka waktu tempo yang ditentukan. Dengan kata lain, peminjam bakal terus terjerat dengan lilitan dari sistem riba.
Tak jarang, pemberi pinjaman memanfaatkan situasi ketidakmampuan peminjam dengan mengambil banyak keuntungan. Seperti rentenir yang menetapkan bunga pinjaman dengan tinggi. Bila dalam kurun waktu yang ditentukan peminjam tak mampu mengembalikan pinjaman pokok beserta bungannya, rentenir berhak mengambil harta lainnya seusai yang dipernjanjikan di awal.
Kedua, Riba Yad
Riba ini boleh jadi terjadi lantaran jual beli barang dengan sistem riba maupun sebaliknya. Namun begitu, riba ini disertai dengan penundaan serah terima barang yang ditukarkan di awal, atau pun salah satunya. Selain itu, riba yad terjadi tidak adanya kesepakatan sebelum adanya serah terima barang.
Misal, terdapat transaksi tawar menawar kendaraan sebuah motor. Penjual menawarkan kendaraan motor dengan harga Rp12 juta dengan syarat dibayar secara cash atau tunai. Namun bila diangsur atau dicicil menjadi Rp16 juta. Nah ternyata antara penjual dan pembeli tidak menegaskan atau menyepakati besaran nominal yang harus dibayarkan hingga akhir transaksi jual beli.
Ketiga, Riba Qardh
Definisi jenis riba ini singkatnya, terdapat hasil dari tambangan pengembalian pokok pinjaman yang disyaratkan kepada peminjam di awal perjanjian. Pemberi pinjaman mengambil kelebihan dari peminjam utang. Nah oleh pemberi pinjaman, kelebihan itu dianggap sebagai keuntungan. Misal, A memberi pinjaman kepada B sebesar Rp1 juta dengan syarat bunga 10 persen dari pinjaman pokok selama 3 bulan.
Keempat, Riba Fadli
Jenis riba ini terjadi ketika adanya pertukaran barang sejenis, namun dengan takaran yang berbeda. Misal, menukarkan 5 kilogram jeruk medan dengan kualitas baik dengan 8 kilogram jeruk sejenis. Hanya saja kualitas 8 Kilogram jeruk yang buruk. Nah barang yang menjadi objek pertukaran masuk kategori jenis riba.
Nah setelah mengenal jenis riba, maka sebaiknya menghindari perbuatan tersebut. Berhati-hatilah dalam bertransaksi dan ikuti anjuran Allah dan Rasul-Nya. Wallahu alam.
Semoga bermanfaat…
[KHA/Foto: islami.co]