[JAKARTA, MASJIDUNA]—Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 sudah berakhir. Banyak catatan yang menyertainya. Salah satu yang sering ditonjolkan adalah maraknya politisasi agama demi meraih perolehan suara. Rupanya, politisasi agama ini digunakan oleh dua kubu, baik kubu 01 (pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin) maupun kubu 02 (pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno).
Mantan Direktur Relawan Pasangan 01 Maman Imanulhaq menceritakan pengalamannya, saat mendampingi masa-masa kampanye tersebut. Menurut Maman, pasangan 02 membawa isu agama padahal Prabowo Subianto adalah calon presiden yang punya keluarga nonmuslim. “Saya tahu adiknya Prabowo Kristen. Tapi isu agama jadi seksi oleh kubu 02,” katanya saat berbicara di acara Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat UIN, Jakarta, Rabu (5/2/2020).
Prabowo yang juga Ketua Partai Gerindra memang berasal dari ibu yang beragama Kristen. Beberapa orang adiknya (termasuk Hashim Djojohadikusumo) penganut kristen begitu juga dengan keponakannya. Saat kampanye Prabowo memang dekat dengan kelompok Islam.
Namun, bukan hanya kelompok 02 yang intens menggunakan isu agama ini. Kelompok Jokowi pun tak kalah gencar menonjolkan diri sebagai kelompok Islam. “Jokowi memoles diri, menonjolkan dirinya seorang haji dan ibunya berasal dari NU. Padahal tidak ada hubungannya. Yang penting sebagai pemimpin Anda siap bangun pemerintahan bersih” ujar Maman yang juga politisi PKB ini.
Karena itu, saat pembubaran tim relawan Jokowi di Cikini, Jakarta, Maman pun berbicara banyak dengan Jokowi. Salah satunya meminta agar kata “deradikalisasi” tidak lagi digunakan oleh pemerintah kepada kelompok Islam.
Sebab, menurut Maman, saat ini sedang terjadi dua kelompok yaitu kelompok ekstrim agama di satu sisi dan kelompok ultranasionalis di sisi lain.
Bagi kelompok ultranasionalis, khilafah, cadar dan jilbab menjadi sangat menakutkan. “Padahal tidak ada yang harus ditakutkan,” katanya.
Dampaknya, penanganan negara terhadap aksi terorisme pun memakan biaya banyak. “Untuk menangkap dua teroris di Cirebon saja harus keluara dana sampai 300 miliar,” akunya.
Menurut Maman, ideologi Pancasila yang saat ini digembar-gemborkan seharusnya mengajak orang untuk bersikap moderat. Bukan saling menjatuhkan.
Maman pun teringat pada kasus adanya yang minta diusut Perda Syariah dan jargon “Gerbang Marhamah” di Cianjur, Jawa Barat saat pemilu lalu. “Yang datang waktu itu adalah pastor, pendeta dan kelompok liberal. Mereka menyebutkan agama itu tidak menyelesaikan masalah, agama itu diskriminatif, tidak menghargai perempuan,” kenangnya. Padahal, kata Maman, agama adalah spirit.
Pengakuan Maman memberikan gambaran, bahwa politisasi agama digunakan oleh kedua kubu demi meraih kekuasaan. Dan saat ini, bukan hanya ekstrisme agama yang bahaya tapi juga ekstrimisme ultranasionalis-liberal yang mewabah.
(IMF/foto:indopolitika.com)