[JAKARTA, MASJIDUNA] — Sepekan lalu, publik dikejutkan dengan kabar tak sedap. Sebuah Masjid bernama Riyadhul Jannah di bilangan Sukoharjo, Jawa Tengah dikabarkan dirudung masalah sebagaimana diberitakan media. Diduga, keberadaan itu masjid terancam disita Bank BPR Central Internasional. Ironisnya, sertifikat tanah masjid dijadikan jaminan peminjam berhutang.
Terhadap semua masjid di nusantara, Badan Wakaf Indonesia mengimbau masyarakat dan nazhir agar mengurus sertifikat tanah wakaf masjid sesegera mungkin, setelah ikrar wakaf. Demikian disampaikan anggota Badan Wakaf Indonesia, Atabik Luthfi sebagaimana dikutip MASJIDUNA dari laman Badan Wakaf Indonesia.
“Agar kejadian tanah masjid diagunkan tidak terjadi sehingga tidak akan ada lagi cerita masjid hendak disita bank,” sarannya.
Atabik mewanti-wanti agar para wakif dapat segera mengikrarkan wakaf tanah di hadapan Kantor Urusan Agama (KUA) selaku pejabat akta ikrar wakaf (PPAIW). Menurutnya, Kepala KUA bakal meminta sertifikat tanah dari wakif dan menerbitkan akta ikrar wakaf (AIW).
Menurutnya sertifikat tanah dan AIW menjadi dokumen utama dalam mengurus perubahan sertifikat tanah dari sertifikat hak milik (SHM) menjadi sertifikat wakaf di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Nah dengan adanya dokumen sertipikat wakaf, kata Atabik, tanah tidak akan bisa diagunkan, serta dipastikan bank bakal menolak.
“Dengan demikian, tertutuplah kemungkinan tanah masjid disita bank,” pungkasnya.
Perlu diketahui, mengagunkan tanah wakaf merupakan salah satu larangan yang diatur dalam Pasal 40 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Pasal 40 menyebutkan, “harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar atau dialihkan dalam bentuk hak lainnya”.
Sedangkan ancaman mengintai bagi para pelanggarnya. Hal itu diatur dalam Pasal 67 ayat (1) UU 41/2004 yang menyebutkan, “Setiap orang yang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual, mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 atau tanpa izin menukar harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”.
[AHR/BWI]