[JAKARTA, MASJIDUNA]—Alamsjah Ratu Perwiranegara adalah menteri agama di era Orde Baru, yang tidak memiliki latar belakang pesantren.
lahir pada 25 Desember 1925 di Penagan Ratu, Lampung Utara. Ayahnya, Baharuddin Yusuf adalah kepala kampung yang bergelar Pangeran Raja Mega dan ibunya Siti Mariam.
Sejak kecil Alamsjah sudah diajarkan mengaji di kampung halamannya. Terkadang kakeknya sendiri yang mengajarkan mengaji, salat dan ibadah-ibadah lainnya.
Di usia remaja, Alamsjah masuk ke HIS (Hollands Inlandsche School). Lalu dalam usia yang relatif muda, 17 tahun, Alamsjah bergabung di Gyu Gun Kyo Iku Kanbu (sekolah militer Jepang) pada tahun 1942. Selesai pendidikan militer, karir tentara pun dia tapaki.
Di militer, Alamsjah dekat dengan Presiden Soeharto hingga pernah ditunjuk sebagai sekretaris negara. Jabatan ini tidak lama dia emban, karena terjadi gejala iri hati di lingkungan istana negara. Di antaranya, menurut Alamsjah, hasutan oleh Soedjono Humardani (pendiri CSIS) bahwa dirinya “terlalu Islam” dan “anti aliran kebatinan”.
Setelah pindah tugas ke Belanda sebagai duta besar pada 1971, lelaki yang terkenal dengan peci miring dan kacamata hitamnya ini ditunjuk menjadi menteri agama pada 1988. Alamsjah ditunjuk sebagai menteri agam ditengah kondisi ketegangan antara umat Islam dan negara. Kala itu, mulai terdengar aspirasi politik umat Islam namun negara memberikan tekanan yang cukup kuat.
Karena itu, sebagai menteri agama, Alamsjah mendapatkan tugas khusus dari Presiden Soeharto yaitu, membimbing dan mengarahkan agar seluruh umat beragama masuk dalam kerangka Pancasila dan UUD 1945, mengarahkan supaya seluruh umat beragama di Indonesia menjadi faktor yang membantu usaha pemantapan stabilitas dan ketahanan nasional, dan menghilangkan segala keraguan dan kecurigaan antara umat beragama dan pemerintah, sehingga umat beragama dan pemerintah dapat bersama-sama membangun bangsa dan negara berdasarkan Pancasila.
Upaya ini dijalankan dengan serius oleh Alamsjah. Salah satu ungkapan yang terkenal yaitu, “Pancasila merupakan pengorbanan dan hadiah umat Islam.”
Alamsjah dianggap berhasil mengubah citra negatif umat Islam, yang semula dianggap anti Pancasila menjadi pendukung Pancasila.
Alamsjah wafat pada 8 Januari 1998 karena sakit asma berat yang sudah dideritanya sejak 1997. (IMF)