[JAKARTA, MASJIDUNA] – Santri dan masyarakat Islam di Indonesia menyambut dengan gembira pengesahan UU Pesantren pada 24 September 2019 lalu. Namun, sebenarnya masih banyak pekerjaan rumah dari UU Pesantren tersebut. Ada sejumlah aturan turunan yang dibutuhkan agar pemberlakuan UU Pesantren efektif di lapangan.
UU Pesantren memberi delegasi dan atribusi baik kepada menteri maupun kepada presiden agar UU ini efektif dan implementatif di lapangan. Baik yang sifatnya pengaturan (regeling) maupun sifatnya penetapan (beschikking).
Dalam penelurusuran MASJIDUNA sedikitnya terdapat dua peraturan presiden, tujuh peraturan menteri serta dua ketetapan menteri untuk memastikan UU Pesantren ini dapat efektif dilaksakan. Dengan kata lain, jika tidak ada sejumlah peraturan perundang-undangan tersebut, UU Pesantren ini sulit dilaksanakan di lapangan.
Amanat penerbitan dua Perpres yang dibutuhkan dari UU Pesantren ini tertuang di Pasal 48 ayat (5) dan Pasal 49 ayat (1) UU Pesantren. Kedua Perpres ini tergolong kunci dan vital dari keberadaan UU Pesantren ini. Pertama Perpres mengenai hibah dari luar negeri. Aturan mengenai ini harus diatur melalui Perpres. Dengan kata lain, selama Perpres belum terbit, maka belum ada pengaturan mengenai bantuan hibah dari pihak asing atau luar negeri.
Perpres kedua mengenai dana abadi pesantren. Di poin ini menjadi ruh yang paling dinanti oleh stakeholder pesantren terkait dana abadi untuk kemajuan pesantren di Indonesia. Di pasal 49 ayat (1) UU Pesantren disebutkan mengenai dana abadi akan diatur lebih detil melalui Peraturan Presiden (Perpres).
Selain itu, UU Pesantren juga mendelegasikan Menteri Agama untuk menebritkan 7 (tujuh) Peraturan Menteri (Permen). Seperti tertuang dalam Pasal 7 UU Pesantren tentang pendirian pesantren, Pasal 14 tentang penyelenggaraan pesantren, pasal 18 tentang kurikulum pendidikan umum.
Selain itu, pasal 20 ayat (3) tentang kurikulum pendidikan umum, Pasal 30 ayat (3) mengenai pemetaan mutu, perencanaan target pemenuhan mutu dan pemberian fasilitasi dan afirmasi dalam rangka pencapaian target pemenuhan mutu, pasal 24 penyelenggaraan pendidikan pesantren dan Pasal 36 mengenai pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan Pesantren.
Ada juga dua ketetapan menteri yang dibutuhkan UU Pesantren ini yakni Pasal 26 ayat (5) mengenai penjamin mutu yang disusun oleh Majelis Masyayikh yang ditetapkan oleh Ketetapan Menteri serta Pasal 34 ayat (4) terkait penetapan tenaga profesional di pendidikan pesantren jalur formal melalui ketetapan menteri.
UU Pesantren ini akan diundangkan jika telah diterbitkan dalam bentuk lembaran negara dan lembaran tambahan lembaran negara. Dalam ketentuan konstitusi, 30 hari sejak disahkan DPR, maka UU Pesantren ini berlaku di masyarakat.
[RAN/Foto: NU Channel]