[CIREBON, MASJIDUNA] — Kerusakan alam tak saja menjadi kegundahan bagi kalangan pegiat alam. Santri yang selama ini berkutat di lingkungan pondok pesantren pun ‘turun gunung’ ambil bagian mengkampanyekan agar menyelematkan bumi dari krisis iklim.
Adalah ratusan santri Pondok Pesantren Attarbiyyatul Wathoniyah (Pawa) Mertapada, Cirebon Jawa Barat. Gerakan ‘selamatkan bumi dari krisis iklim’ digelar serentak di banyak negara. Aksi Global Climate Strike bersama ribuan massa aksi lainnya yang terdiri dari pelajar, mahasiswa dan pekerja dengan melakukan long march menuju Taman Aspirasi Jakarta, Jumat (20/9) sore kemarin.
Aksi tersebut menjadi bagian dalam mendorong pemerintah membuat kebijakan dalam mengatasi krisis iklim yang sedang melanda di banyak bagian belahan bumi. Pengurus Pondok Patwa, KH A Syatori mengatakan, ratusan santrinya mayoritas duduk di bangku kelas 10 hingga 12 Madrasah Aliyah Agama Islam (MAAI) Mertapada.
Dia menyebutk, sebelum turun ke jalan, mereka terlebih dahulu menelaah kasus-kasus perubahan iklim serta upaya mengatasinya bersama puluhan santri lainnya di Pondok Pesantren Misykat Al-Anwar, Bogor. “Satu hari sebelum mengikuti aksi, para santri PATWA mengikuti pelatihan solusi dalam mengatasi perubahan iklim bersama puluhan santri Pondok Pesantren Misykat Al-Anwar Bogor,” ujarnya sebagaimana dilansir laman Nahdlatul Ulama, Senin (23/9).
Menurut Kyai Syatori, hingga pukul 10.00 WIB, mendapat kabar bahwa gelombang aksi tersebut sudah berlangsung di banyak titik negara. Seperti Amerika, London, Australia, dan Pakistan.
Cicit Alm Al-Maghfurlah Kiai Akyas Buntet Pesantren Cirebon ini menjelaskan, aksi damai Global Climate Strike merupakan peringatan bagi segenap umat manusia di berbagai penjuru dunia. Yakni bumi sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja. Setidaknya terdapat fakta menunjukan bumi saat ini tengah mengalami krisis iklim.
Fakta tersebut antara lain, bumi semakin panas, es di kutub mencair, pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia tenggelam, kebakaran hutan dan lahan semakin meningkat, kekeringan. Kemudian berkurangnya sumber mata air bersih, gagal panen yang mengancam ketahanan pangan pangan dan yang lainnya.
“Bumi kita sedang mengalami ambang batas menuju krisis dan kehancuran yang dahsyat akibat ulah manusia-manusia serakah,” pungkasnya.
[KZL/NU] Foto: NU