Kisah Lawas dari Pesantren

[JAKARTA, MASJIDUNA]—Sampai sekarang tidak banyak buku kumpulan cerita pendek atau novel yang mengangkat pesantren sebagai latar kisah. Saat ini, yang paling laku dan sudah difilmkan baru “Negeri 3 Menara” oleh A. Fuadi.

Nah, buku kumpulan cerpen “Umi kalsum, Kisah-kisah dari Pesantren” karya Djamil Suherman ini, bisa dibilang buku langka. Bukan saja karena diterbitkan pada 1963 dan diterbitkan ulang pada 1984 oleh penerbita Mizan, namun karena kisah yang diangkat pun memang langka.

Djamil sang pengarang, memang seorang santri yang mengeyam pendidikan pesantren berikut pernak-pernik yang menyertainya. Dari sembilan kisah yang dituliskan, semuanya menceritakan lingkungan pesantren pada sebelum tahun 1960-an.

Hal itu tercantum dalam kisah “Jadi Santri” yang menjadi pembuka buku ini. “Aku masih ingat waktu itu, beberapa ulama besar pernah silaturahmi ke Pondok Kyai Sjafi’i, di antaranya Kyai Hasjim Asj’ari dari Tebuireng, Kyai Mahfud Sidik dari Surabaya, Kyai Ridwa dari Sidoarjo, Kyai Bakri, Kyai Abdullah dan masih banyak lagi.” Nama-nama kyai yang disebutkan semua sudah almarhum. Pada masanya, mereka memang kyai besar dan berpengaruh.

Buku kumpulan cerpen ini menjadi sangat unik bukan hanya isinya, namun juga pemberi ulasannya, yang dicantumkan di bagian akhir. Pemberi ulasan adalah HB Jassin, seorang paus sastra yang hingga kini belum ada gantinya.

Pada bagian ulasan, Jassin memberikan apresiasi. “Menarik hati cerita-cerita ini justeru karena lingkungan yang diceritakannya masih sedikit sekali mendapatkan perhatian dari para pengarang. Dan tiap daerah baru senantiasa menarik hati,” tulis Jassin.

Sayangnya, sejak terbitnya kumpulan cerpen ini sedikit sekali pengarang yang mengangkat lingkungan pesantren sebagai bahan cerita. Padahal, pesantren sudah mengalami banyak perubahan. Itu artinya, kisah pesantren sebenarnya tetap menarik untuk selalu ditampilkan. (IMF)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *