[JAKARTA, MASJIDUNA] — Kejahatan kekerasan terhadap anak dan perempuan kerap kali membuat publik geram. Apalagi berkaca dari laporan Komisi Nasional Perempuan periode 2019 menunjukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menempati urutan tertinggi.
Sementara data Komisi Perlindungan Anak Indonesia periode 2011 hingga Mei 2019 menyebutkan terdapat 34.654 kasus dengan kasus tertinggi adalah anak berhadapan dengan hukum. Kemudian kasus pengasuhan dan kasus pornografi serta cyber crime.
Merespon berbagai peristiwa kekerasan terhadap perempuan dan anak di tengah masyarakat, organisasi Aisyiyah memiliki Pos Bantuan Hukum (Posbakum) yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.
Kembali meneguhkan peran Posbakum, Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah menggelar konsolidasi melalui rapat koordinasi Posbankum bersama 28 provinsi di Jakarta, Jumat (28/8) kemarin.
“Prinsip pelayanan untuk semua menjadi prinsip pelayanan Posbakum ‘Aisyiyah,” ujar Ketua Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Atiyatul Ulya sebagaimana dilansir laman Muhammadiyah.
Menurutnya, Posbakum Aisyiyah telah melakukan berbagai pendampingan melalui litigasi maupun non litigasi. Mulai kasus perdata terkait dengan perkawinan, waris, hak perempuan dan anak. Begitu pula kasus pengabaian hak-hak perempuan dalam perceraian, nafkah iddah, mut’ah, harta gono-gini paling dominan di hukum perdata.
Tak hanya itu, isu anak terkait hak nafkah, hak asuh. Termasuk hak sipilnya, mulai akte kelahiran yang masih memiliki kekosangan hukum. Menurutnya, dalam aspek pidana, kasus kekerasan seksual acapkali ditangani Posbakum ‘Aisyiyah, selain kasus-kasus Anak berhadapan dengan hukum.
Dia menilai, Posbakum ‘Aisyiyah melindungi kelompok lemah dan marginal. Seperti anak dan perempuan disablitas. Posbakum ‘Aisyiyah Jawa Tengah misalnya, mendampingi 15 kasus perempuan dan anak disabilitas. Begitu pula Posbakum Bengkulu menangani kasus-kasus disabilitas.
Menurutnya, pendampingan litigasi dan non-litigasi perempuan dan anak disabilitas membutuhkan perspektif, keahlian, dan ketrampilan khusus. “Aisyiyah abad kedua bertekad membangun akses pelayanan hukum bagi semua, baik masyarakat umum maupun khususnya perempuan dan anak dari golongan manapun,” imbuhnya.
Lebih lanjut Atiyatul menilai, penguatan upaya non litigasi sebagai pencegahan terjadinya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. ‘Aisyiyah melakukan cara masif itu melalui keberadaan Posbakum di seluruh Indonesia hingga ke daerah-daerah. Tak hanya itu, ‘Aisyiyah punb berperan aktif menguatkan kebijakan pemerintah mulai level desa hingga nasional agar memiliki perspektif perempuan dan anak.
“Semoga ‘Aisyiyah abad kedua dapat menguatkan perannya di bidang hukum,” pungkasnya. [AHR]