UU PIHU, Jaminan Kenyamanan dan Perlindungan Jamaah Haji dan Umrah

Masjiduna.com – Bagi calon jamaah haji dan umrah kini boleh tersenyum simpul. Soalnya DPR telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU). Hal itu ditandai dengan palu sidang diketuk pimpinan rapat paripurna Agus Hermanto. Seluruh anggota dewan yang hadir serentak memberikan persetujuan.

Ketua Komisi VIII Ali Taher Parasong menegaskan keberadaan UU PIHU sebagai upaya menutup kekosongan aturan yang tidak terdapat dalam UU No.13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.  Menurutnya hal tersebut sebagai upaya memberikan kenyamanan, ketertiban dan keamanan bagi jamaah haji dan umrah.

“Itu harapan besar dari jamaah untuk melakuka ibadah haji dan umrah. Makanya diperlukan kemudahan dalam pelaksanaan, pelayanan, sehingga kehadiran UU ini menjadi solusi dan harapan jamaah,” ujarnya dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Kamis (28/3).

Menurutnya, setidaknya terdapat dua belas  poin penting yang diatur dari UU PIHU. Yakni pertama, adaya prioritas calon jamaah yang telah  berusia 65 tahun.  Kedua, terdapat perlindungan bagi jamaah haji dan umrah serta kemudahan dalam mendapatkan pelayanan khusus. Ya,  khususnya bagi jamaah haji penyandang disabilitas.

Ketiga, hak jamaah. Yakni dalam hal porsi keberangkatan tidak akan hilang. Hal tersebut dikarenankan  adanya aturan pelimpahan porsi bagi jamaah haji yang  telah ditetapkan berhak melunasi biaya perjalanan ibadah haji pada tahun berjalan.

Nah pelimpahan porsi keberangkatan diberikan kepada suami, istri, ayah, anak kandung atau saudara kandung yang ditunjuk dan/atau disepakati secara tertulis oleh keluarga, dengan alasan  meninggal dunia, atau sakit permanen menurut keterangan kesehatan jamaah haji. Keempat,   pelimpahan porsi jamaah haji bagi yang telah dalam status daftar tunggu.

Namun di tengah perjalanan menunggu meningga dunia atau sakit permanen. Maka porsi keberangkatan pun dilimpahkan ke suami, istri, ayah, anak kandung atau saudara kandung yang ditunjuk dan/atau disepakati secara tertulis oleh keluarga. Kelima, jaminan perlindungan bagi jamaah haji dan umrah. Dengan begitu dapat terhindar dari perbuatan melawan hukum.

Mulai penelantaran, penipuan penyelenggara perjalanan ibadah haji dan/atau ibadah haji khusus. Keenam,  terdapat kepastian hukum dalam melaksanakan  pengawasan. Serta terhadap pelaksanaan evaluasi pelaksanaan umrah.  Ketujuh, terdapat pengaturan bagi penyidik pegawai negeri sipil dalam menangani perkara terkait dengan pengelenggaraan ibadan haji dan umrah.

Kedelapan,  adanya jaminan kepastian hukum bagi penyelenggara ibadah haji dan umrah. Kemudian bagi pengelenggara perjalanan ibadah haji khuus dan kelompok bimbingan  ibadha haji dan umrah. Khususnya terkait dengan peizinan yang bersifat tetap dengan mekanisme pengawasan. Kesembilan,  terdapat pengaturan dalam hal kemudahan pengurusan pengembalian uang bagi calon jamaah haji yang meninggal, hingga pemberangkatannya yang dibatalkan.

Kesepuluh,  terdapat pengaturan sistem pengawasan yang efektif dan komprehensif. Yakni adanya keharusan penyelengara dalam hal manajrial , teknis kompetensi personalia hingga  kemampuan dalam finansial dengan jaminan dari perbankan atau deposito. Kesebelas, adanya penyaturan pelayanan akomodasi.

Termasuk keterlibatan masyarakat melalui kelompok bimbingan ibadah haji dan umrah. Dengan tujuan agar meningkatkan kualitas  pelayanan ibadah haji dan umrah. Kedua belas,  agar memastikan adanya jaminan pemberian pelayanan, keberangkatan hingg pula melalui ancaman sanksi administrasi hingga pidana.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menilai keberadaan aturan yang teruang dalam UU PIHU jauh lebih baik dari aturan sebelumnya. Dia beharap melalui U PIHU nantinya penyelenggaraan ibadah haji dan umrah menjadi lebih maksimal tanpa adanya kendala apapun. [hdt]

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *