Jamaah Telah Berhaji Terkena Visa Progresif

Pengenaan visa progresif didasarkan pada data e-Hajj yang diterbitkan pemerintah Saudi.

Masjiduna.com, Jakarta – Pamerintah Saudi Arabia dipastikan memberlakukan  kebijakan visa progresif terhadap jamaah haji yang sebelum telah melaksanakan rukun Islam kelima itu. Yakni terhadap jamaah haji yang bakal berangkat pada tahun ini. Kepastian itu diucapkan Direktur Jendera (Dirjen) Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Nizar melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (01/3/2019).

“Sesuai ketentuan dan sistem imigrasi Arab Saudi, jemaah yang sudah berhaji akan terkena biaya visa progresif. Tahun ini biayanya dibebankan kepada jemaah haji yang bersangkutan,” ujarnya.

Nizar berpendapat, kebijakan visa progresif sedianya telah diberlakukan sejak 2018 lalu. Hanya saja, terdapat biaya tambahan yang dibebankan ke pihak indirect cost alias hasil optimalisasi dana setoran awal jamaah. Setidaknya di tahun 2019, biaya visa progresif dibebankan kepada jamaah. Kebijakan tersebut telah disepakati bersama dengan Komisi VIII DPR yang membidangi keagamaan.

Memang visa berbayar murni menjadi kebijakan pemerintah Saudi Arabia. Bahkan biayannya bila dirupiahkan sebesar Rp7,6 juta. Teknisnya, biaya visa progresif dibayarkan bersamaan dengan pelunasan biaya penyelenggaraan ibadah haji.

Jemaah yang dikenakan visa progresif didasarkan pada data e-Hajj yang diterbitkan pemerintah Saudi. Namun demikian, sebagai data awal, Kemenag akan mengidentifikasi jemaah yang sudah berhaji melalui sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat). Data siskohat ini yang akan menjadi basis awal pengenaan untuk biaya visa progresif yang harus dibayarkan saat pelunasan.

“Ada kemungkinan, jemaah dalam data siskohat belum berhaji, namun di data e-Hajj sudah pernah sehingga harus membayar visa progresif. Jika ada yang seperti itu, maka jemaah akan diminta membayarnya setelah visanya keluar. Jika tidak visanya dibatalkan,” tuturnya.

Selain visa progresif, tahun ini biaya pembuatan paspor juga menjadi tanggung jawab pribadi jemaah haji. Artinya, tidak ada penggantian biaya pembuatan paspor yang selama ini dilakukan saat jemaah masuk asrama haji.

Nizar menjelaskan bahwa ada tiga alasan terkait kebijakan baru ini. Pertama, paspor merupakan identitas pribadi bagi warga negara saat di luar negeri. Kedua, paspor haji sekarang dapat digunakan untuk kunjungan ke luar negeri di luar penyelenggaraan ibadah haji. Dan ketiga, banyak jemaah haji yang telah memiliki paspor sebelumnya sehingga penggantian biaya paspor dianggap sudah tidak relevan.

“Saya sudah minta para Kabid PHU Kanwil Kemenag Provinsi dan Kasi PHU di Kemenag Kab/Kota untuk menyosialisasikan kebijakan baru ini kepada masyarakat dengan baik,” pungkasnya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *