(19) Ramadan di Sydney: AlBayan Institute, Wadah Keragaman Umat

LAPORAN: Dr. Izza Rohman, M.A. (Dosen Universitas Prof. Dr. Hamka (UHAMKA), Pemerhati Sosial Keagamaan)

[REGENTS PARK, SYDNEY, MASJIDUNA] — Sepanjang hari Jumat, 5 April 2024, Sydney terus diguyur hujan. Sering kali gerimis dan sesekali deras. Sekalipun hujan tak berhenti, aktivitas malam-malam terakhir Ramadan tidak lantas surut. Tak peduli pula suhu musim gugur mulai berangsur lebih dingin. Malam Sabtu, setelah saya mengantar si sulung untuk tarawih di Masjid Iqro’ Wiley Park di mana ia terjadwal menjadi imamnya, saya langsung meluncur ke AlBayan Institute di Regents Park.

Ruang masjidnya penuh. Tampak pinggir-pinggir ruangan dipenuhi oleh perlengkapan orang-orang yang iktikaf di sepuluh hari terakhir. Jajaran ransel, ranjang, kursi, dan sofa seperti menandakan niat yang serius sekali dari peserta iktikaf. Jamaah pun masih sama berdatangan saat shalat isya menjelang.

AlBayan Institute, yang berdiri sejak 2004, adalah lembaga pendidikan keislaman yang memberi layanan kepada segala usia, layaknya taman pendidikan Al-Qur’an (di sini biasa disebut Arabic school), rumah tahfiz, remaja masjid, majelis taklim, plus layanan biro perjalanan haji. Selain di Regents Park, AlBayan Institute juga ada di Liverpool. Bangunannya yang ada di Regents Park sendiri dibeli sekitar sepuluh tahun yang lalu. Semula adalah gudang pabrik (warehouse).

Regents Park memiliki populasi muslim 23,8%. Dengan persentase segitu, Islam menjadi agama terbesar di suburb ini, sekalipun seperlima penduduknya memiliki asal-usul leluhur Cina. Warga muslim di sini umumnya adalah diaspora Lebanon, Pakistan, Afghanistan, dan Turki. Keragaman wajah dan penampilan muslim terlihat pula saat tarawih pada malam itu. Al-Bayan sendiri tampak mewadahi keragaman umat. Dua kali sepekan di sini pun ada pengajian rutin diaspora Asia Selatan, yang diisi oleh seorang mufti dari gerakan tabligh.

Rangkaian kegiatan qiyam Ramadan di sini diawali dengan ceramah dalam bahasa Inggris usai azan isya. Sekitar 15 menit. Penceramah menyampaikan dengan posisi duduk di lantai imaman.

Seusai ceramah, baru iqamah. Shalat isya berjamaah berlangsung kurang lebih 15 menit. Imam membacakan ayat-ayat di surah Fushshilat di rakaat pertama dan kedua.

Setelah ada kesempatan bakdiyah kurang lebih 5 menit, dilanjutkan dengan shalat tarawih berjamaah. Temponya sangat tenang. Dari shalat isya hingga selesai witir butuh tak kurang dari dua jam.

Tarawih dilaksanakan dalam 20 rakaat dengan salam setiap dua rakaat. Untuk dua rakaatnya perlu 8 sampai 12 menit. Separo jamaah memilih mencukupkan dengan 8 rakaat. Tiga saf panjang tersisa untuk rangkaian shalat berikutnya. Imam pun kemudian meminta jamaah merenggangkan jarak antarsaf. Makmum di saf kedua mundur ke tempat saf ketiga, sedangkan makmum di saf ketiga mundur ke tempat yang tadinya diisi saf kelima.

Imam isya memimpin hingga rakaat ke-10, sebelum digantikan imam kedua. Keduanya sama-sama bagus bacaannya sekalipun beda iramanya. Malam itu, yang merupakan malam ke-26 di masjid ini, imam membaca surah-surah dari ath-Thur sampai al-Hasyr, yang terletak di juz 27 dan 28.

Sedangkan witirnya sangat ringan, karena imam hanya membaca satu ayat di tiap rakaatnya. Yang dibacanya adalah tiga ayat terakhir surah Maryam. Sebelum rukuk ada qunut sirr seraya sedekap — qunut ala mazhab Hanafi. Witirnya dilakukan dalam sekali salam, dengan tahiyat awal di rakaat kedua. Witir selesai dalam 5 menitan. Kemudian imam pertama memimpin doa — yang umum-umum saja doanya, dalam dua menitan. Namun, hanya setelah witir saja ada doa. Setelah isya, dan setelah tarawih, tidak ada. Di antara shalat tidak ada pula zikir, shalawat, ataupun tilawah yang dikumandangkan.

Rangkaian ibadah selama dua jam lebih itu mudah-mudahan Allah terima dan memberi pengaruh baik bagi kekuatan spiritual umat. [RAN/Foto: DokPri]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *