Ilustrasi: https://www.istockphoto.com
Oleh: Asep Awaluddin, M.Pd. (Pengajar Mata Peajaran PAI/Dosen Ulumul Hadits di Wonogiri, Jawa Tengah)
ISLAM memberi perhatian serius persoalan nasab seseorang. Nasab memberi dampak terhadap aspek lainnya seperti nafkah, warisan, termasuk medis. Hal itu pula yang mendasari mengapa Islam melarang laki-laki menikah dengan perempuan yang sedang dalam keadaan hamil.
Rasulullah SAW pemimpin yang menjaga kemurnian nasab dengan melarang laki-laki menikah wanita yang sedang hamil.
أَبِي سَعِيدٍ رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ فِي سَبَايَا أَوْطَاسٍ: (( لَا تُوطَأُ حَامِلٌ حَتَّى تَضَعَ, وَلَا غَيْرُ ذَاتِ حَمْلٍ حَتَّى تَحِيضَ حَيْضَةً ); أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ, وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ
Artinya: Dari Abu Said Radliyallaahu `anhu bahwa Nabi Shallallaahu `alaihi wa Sallam bersabda tentang tawanan wanita Authas: “Tidak boleh bercampur dengan wanita yang hamil hingga ia melahirkan dan wanita yang tidak hamil hingga datang haidnya sekali” Riwayat Abu Dawud. Hadits shahih menurut Hakim.
Dari hadits di atas, dapat diambil pesan tentang berapa lama masa Iddah istri hamil? Masa iddah istri yang diceraikan dalam keadaan hamil adalah sampai ia melahirkan.
Baca: Islam Mengatur Batasan Kewajiban Nafkah Setelah Perceraian
Fokus pada bahasan masa iddah, bahwa wanita bercerai dalam keadaan hamil baru boleh dinikahi setelah ia melahirkan. Meskipun telah melahirkan ada pertimbangan waktu nifas selama kurang lebih 40 hari. Sehingga setelah dinikahi, suami tidak diperbolehkan langsung menggauli istrinya tersebut sampai dan selesai masa nifasnya.
Alasan secara medis tentang larangan menggauli wanita bercerai karena hamil ini karena dapat membahayakan kesehatan ibu dan janin, di samping itu juga untuk melindungi janin dari adanya resiko penularan penyakit menular seksual.
Inilah indahnya Islam larangan menggauli wanita bercerai dalam keadaan hamil secara umum bertujuan untuk menjaga kemurnian nasab.
Bahwa janin yang terdapat pada rahim wanita yang sedang hamil tersebut adalah murni bernasab kepada suaminya terdahulu sehingga menjadi tanggungjawab suaminya terdahulu atas pemeliharaan dan biaya hidup anak hingga anak tersebut berusia baligh.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan hidayah dan inayah-Nya kepada kita, keluarga kita, anak keturunan kita dan muslimin semuanya untuk dapat menjaga kemurnian nasab kita masing-masing, aamiin ya robbal’aalamiin.
[RAN]