[JAKARTA, MASJIDUNA] — Dana calon jamaah haji yang tersimpan dan dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) amatlah besar. Karenanya, nilai manfaat yang diterima menjadi hak semua calon jamaah yang telah menyetorkan ongkos naik haji.
Demikian disampaikan Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan saat memberikan keterangan pers usai melakukan pertemuan dengan Menag Yaqut Cholil Qoumas di kantor KPK, Jumat (27/1/2023). “Jangan lupa nilai manfaat bukan punya yang mau berangkat saja, yang nunggu yang lebih banyak. Jadi kalau dihabisin sekarang, nanti yang nunggu repot,” ujarnya.
Dia menerangkan, Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) terdiri dari dua komponen. Pertama, Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditanggung oleh jemaah haji. Kedua, nilai manfaat yang bersumber dari hasil optimalisasi yang dilakukan BPKH terhadap dana setoran jamaah.
Menurutnya, dalam UU No.8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah mengatur nilai manfaat merupakan dana yang diperoleh dari hasil pengembangan keuangan haji yang dilakukan melalui penempatan dan/atau investasi. Sementara, setoran jamaah merupakan sejumlah uang yang diserahkan oleh Jemaah Haji melalui Bank Penerima Setoran (BPS) Bipih.
Nainggolan menerangkan, lantaran menjadi milik semua calon jamaah dibutuhkan upaya menjaga keberlanjutan nilai manfaat agar tidak tergerus dan habis. Sepertihalnya komposisi BPIH 2022. Menurutnya, berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No.5 Tahun 2022 tentang Biaya Penyeelenggaraan Ibadah Haji, rata-rata sebesar Rp81,7 juta diperiode 2022. Nah praktiknya, Bipih yang dibayarkan calon jamaah rata-rata di angka Rp39,8 juta atau 48 persen. Sementara sisanya diambil dari nilai manfaat sebesar 52 persen.
Perkembangan di kerajaan Saudi, pemerintah setempat menaikan biaya layanan Masyair. Walhasil, adanya kenaikan BPIH dengan rata-rata totalnya menjadi 98,3juta. Sebagai respon atas kenaikan biaya di Saudi saat itu, terbit Keppres No.8 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Keppres 5 Tahun 2022 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji. Tapi begitu, ongkos haji yang dibebankan calon jamaah rata-rata Rp39,8 juta.
Kala itu diputuskan jamaah tidak menambah apapun. Walhasil, nilai manfaat yang diambil dari BPKH semula hanya Rp4,2 triliun. Tapi karena ada kenaikan, maka menjadi Rp5,4 triliun. Akibatnya, jamaah hanya menanggung 40 persen dari Bipih. Sementara nilai manfaat dan dana efisiensi menanggung 59 atau hampir 60 persen.
“Kondisi ini yang kita bilang kalau diteruskan begini kapan (waktu) dana nilai manfaat BPKH akan habis. Sekarang hanya 15T kurang lebih nilai manfaat yang ada di BPKH. Kalau terus 60% ‘disubsidi’ jamaah, maka akan habis itu,” katanya.
Nainggolan melanjutkan, KPK telah meminta BPKH mengkaji keberlanjutan dana haji sejak periode 2020. Setidaknya, hasil kajian tersebut sudah terlihat skemanya. Apalagi di periode 2027 mendatang bakal ada 2 kali pemberangkatan jamaah haji. Dengan begitu, bakal makin banyak dana akumulasi nilai manfaat yang mesti disiapkan.
KPK pun mendukung usulan perubahan skema biaya haji demi keberlanjutan nilai manfaat. Sebab, nilai manfaat tak saja milik calon jamaah yang hendak berangkat, tapi calon jamaah yang sedang dalam antrian menunggu keberangkatan. Dengan demikian, bila habis dalam waktu dekat, maka calon jamaah yang masih menunggu bakal lebih repot.
“Pada saat yang sama, masyarakat kita dorong transparansi komposisi biaya. Sebab, dengan komposisi 40 (Bipih) : 60 (Nilai Manfaat) seperti tahun 2022, kami pastikan bersama BPKH, kita hitung simulasinya, tidak akan berlangsung lama,” pungkasnya.
[Redaksi/Foto: Dok.Kemenag]
One thought on “KPK Sorot Dana Nilai Manfaat Calon Jamaah Haji”