Pemahaman umat muslim terhadap Islam tak semestinya bersifat tekstual tanpa mempertimbangkan perkembangan ilmu pengetahuan.
[JAKARTA, MASJIDUNA] —- Muslim Indonesia mesti berpikiran luas. Sebaliknya bila berpikir sempit, berdampak terhadap munculnya sifat intoleran, hingga membenarkan tindak kekerasan dalam menyelesaikan sebuah persoalan.
Demikian disampaikan Wakil Presiden Maruf Amin dalam sebuah seminar bertajuk ‘Peran Umat Islam Indonesia dalam Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul Menuju Indonesia Emas 2045’ Senin (16/11) kemarin.
“Saya tidak ingin umat Islam ikut dalam arus berpikir sempit, seperti sebagaimana fenomena yang muncul belakangan ini. Cara berpikir sempit itu melahirkan pola pikir radikal, yang menjustifikasi kekerasan dalam menyelesaikan masalah,” ujarnya.
Dia menilai, pemahaman umat muslim terhadap Islam tak semestinya bersifat tekstual tanpa mempertimbangkan perkembangan ilmu pengetahuan. Menurutnya, wahyu pertama yang diturunkan Nabi Muhammad adalah iqra, yang mengandung makna tidak sekadar membaca.
Sebab ilmu pengetahuan membawa kehidupan menjadi lebih baik. Membaca, memahami, dan kemudian pada gilirannya menjalankan ilmu dan pengetahuan yang dipelajari. Nah tahap itulah menjadi makna utama dari wahyu tersebut.
Dia berharap seluruh umat Islam berpegang pada makna tersebut. Sehingga nantinya pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM) menuju Indonesia emas di tahun 2024 bakal tercapai. Baginya persoalan utama dalam peran umat Islam pada pengembangan SDM.
Yakni soal bagaimana umat mulsim mampu mengatasi berbagai hambatan yang dihadapi. Seperti soal cara agar tidak berpikir sempit dan terbuka terhadap perkembangan. Umat Islam pun mesti adaptif, mampu menangkap peluang serta memiliki kemampuan dalam memanfaatkan perkembangan teknologi.
“Dengan jumlah penduduk muslim yang hampir mencapai 90 persen dari total populasi Indonesia, maju mundurnya bangsa dan negara ini akan sangat tergantung pada peran umat Islam,” pungkasnya.
[AHR/Antara/Foto:bisnis.com]