[JAKARTA, MASJIDUNA]-–Potret para tokoh pahlawan nasional tampil dengan ciri khas masing-masing. Misalnya, Haji Agus Salim menggunakan peci dan janggut tipisnya. Kemudian HOS Cokromanoto berpeci, bersarung dengan kumis melintang tebal.
Seperti apa pakain mereka ketika itu? Mohammad Roem, tokoh Masyumi sekaligus penandatangan perjanjian Roem-Van Roijen, menjelaskan perkenalan pertama dengan para tokoh Islam kala mendirikan Jong Islamieten Bond (Sarekat Pemuda Islam) tahun 1925.
“Pak Tjokro selalu memakai pakaian jawa tradisionil:blankon, jas tutup, kain panjang dan sandal,” tulis Roem dalam bukunya “Bunga Rampai dari Sejarah”.
Sedangkan Haji Agus Salim yang asal Minang memakai model sendiri. “Mula-mula Pak Salim memakai tarbus, kopiah berwarna merah, yang biasa dipakai oleh orang-orang Arab,” katanya. Tapi ketia Italia melakukan kejahatan terhadap orang Arab, tarbus yang buatan Italia itu diboikot. Pak Salim kemudian membuat peci sendiri yang dibuat dari kain serdau (warna hijau) dengan dua anak baju di bagian depan.
Satu lagi tokoh yang dikenang Mohammad Roem adalah A.M Sangaji, asal Maluku. “Pak Sangaji orang yang gagah perkasa. Pakaiannya selamanya rapih, jas buka dengan dasi, celana dan sepatu. Tapi tak pernah kepala terbuka, selamanya memakai peci.”
semula, Roem menyangka Sangaji orang Kristen. Karena rata-rata orang Maluku yang ada di Jawa beragama Kristen.
Nah, ketika Bhineka Tunggal Ika jadi lambang negara, Mohamad Roem teringat kepada tiga sosok yang berasal dari daerah berbeda dengan ciri pakaian yang berbeda-beda pula.
Itulah sekelumit sejarah cara berpakaian tokoh Islam di masa lalu. Unik dan punya ciri khas masing-masing, tidak selalu terikat pada budaya Arab.
(IMF/foto:kompas.com)