[JAKARTA, MASJIDUNA]—Setelah ditutup selama tiga bulan karena wabah Corona, Istana Al Hambra di kota Granada, Spanyol, kembali dibuka untuk umum pada 17 Juni lalu. Penduduk setempat, Maria Castro Mendoza diberi kesempatan membunyikan bel di menara Torre de la Vela sebagai tanda pembukaan. “Saya merasa sangat bangga dan menjadi pengunjung pertama yang diizinkan masuk,” katanya.
Sementara pada 1 Juli mendatang, perbatasan Spanyol kembali dibuka yang memungkinkan turis asing kembali memadati istana warisan Islam ini. Tahun lalu, 2, 5 juta turis berkunjung ke sini.
Dalam sejarah peradaban Islam, Istana Al Hambra adalah penanda bagi perkembangan Islam di Eropa selama abad pertengahan. Bukan hanya menduduki tapi juga mengembangkan peradaban bagi dunia. Sebab saat itulah Islam datang memberikan pencerahan melalui ilmu pengetahuan. Pada masa ini, para ilmuwan besar Islam dilahirkan dan menuliskan berbagai penemuannya seperti tokoh kedokteran Ibnu Nafis (1213-1288) dan bapak sosiologi Ibnu Khaldun (1332-1406).
AlHambra yang berasal dari kata ahmar berarti “merah”. Disebut demikian karena berdiri di atas bukit yang tanahnya berwarna merah. Ada juga yang menyebut karena dindingnya berwarna merah. Pendapat lain mengatakan, nama itu diambil dari pendirinya Sultan Muhammad bin al Ahmar (1257-1323) adri keluarga Bani al-Ahmar atau Bani Nasr, yang masih keturunan Sa’id Ubadah, seorang sahabat Rasulullah dari suku Khazraj di Madinah.
AlHambra berdiri di atas dataran bukit kecil yang tingginya kira-kira 150 meter di atas kota Granada. Di sekeliling dinding menjulang menara-menara megah sebanyak 13 buah.
Penyair Prancis Victor Hugo pernah memuji Alhmabra melalui satua puisinya: “Alhambra, O AlHambra, hanya mungkin dalam mimpi, atau istana mambang dan peri, yang telah menjelma, bila purnama raya, memandikanmua dengan cahaya….“
(IMF/foto: aljazeera.com)