Hati-hati, Body Shaming Termasuk Perbuatan Mengumpat

[JAKARTA, MASJIDUNA]—Suatu ketika sahabat Mu’az bin Jabal menceritakan tentang seorang lelaki yang datang kepada Rasulullah. Para sahabat yang hadir menyebutkan, “Alangkah lemahnya lelaki itu.” Menderngar perkataan para sahabat tersebut, Rasulullah pun berujar, “Kamu telah mengumpat saudaramu.”

Namun para sahabat menjawab, “Wahail Rasulullah, kami mengatakan apa adanya.” Lalu Rasululah menjawab, “Jika kamu mengatakan apa yang tidak ada, maka kamu telah berbuat dusta kepadanya.”

Sementara dari keterangan Huzaifah yang diterima dari Asiyah r.a, pernah datang seorang perempuan yang disebut Aisyah bertubuh pendek. Mendengar perkataan tersebut, Rasulullah pun segera memberi tahu.”Engkau mengumpatnya.”

Sedangkan Ibnu Sirin, seorang perawi hadits dari golongan tabi’in, suatu ketika pernah menyebut tentang seorang lelaki yang berkulit hitam. Sadar bahwa ucapannya tak pantas, Ibnu Sirin pun segera mengucapkan istighfar. “Astaghfirullah. Sesungguhnya aku melihat diriku telah mengumpatnya.”

Mengomentari bentuk dan keadaan fisik seseorang, kini dikenal dengan sebutan body shaming, seringkali membawa persoalan. Bahkan bisa menimbulkan percekcokan. Tak banyak disadari bahwa body shaming sering membuat orang yang dikomentari merasa tak nyaman bahkan minder. Penyebutan seperti, “kamu kok kurus sih..” atau “Perut apa karung itu,” termasuk menyebut bentuk mata, warna kulit yang semuanya bisa saja menimbulkan rasa tidak suka pada sebagian orang.

Dalam agama Islam, mengomentari bentuk fisik seseorang termasuk ke dalam perilaku mengumpat. Bahkan, umpatan itu tidak terbatas pada perkataan saja termasuk juga dengan isyarat atau meniru tingkah seseorang. Misalnya, meniru-niru langkah orang yang jalannya pincang.

Rasulullah pun mengatakan, “jika apa yang kamu katakan itu benar, maka engkau telah mengumpatnya. Dan jika tidak benar, maka engkau telh berbuat dusta kepadanya.”

Perkara body shaming dalam Islam sudah dijelaskan sejak ratusan tahun silam. Tuntutan pergaulan Islam haruslah mengacu kepada ahklak yang baik dan tidak saling meremehkan.

Ibnu Abbas r.a berkata, “apabila engkau bermaksud hendak menyebut kekurangan teman, maka sebutlah kekurangan dirimu sendiri.”

Maka jelas bahwa adab pergaulan dalam Islam adalah saling memuliakan. Salah satu contoh saling memuliakan adalah dengan tidak menyebut kekurangan fisiknya atau mengomentari bentuk tubuhnya.

(IMF/foto:tempo.co)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *