MUI Bakal Gelar Kongres Umat Islam Indonesia Ke-7, Bahas Persoalan Strategis Keumatan

[JAKARTA, MASJIDUNA] – Majelis Ulama Indonesia (MUI) bakal menggelar Kongres Umat Islam Indonesia (KUIII) ke-7 di Pangkalpinang Bangka Belitung pada 26-29 Februari 2020. Sejumlah persoalan bakal dibahas dalam kongres yang akan dihadiri 700 delegasi se-Indonesia ini.

Ketua Panitia KUIII ke-7 Zaitun Rasmin mengatakan pihaknya akan mengangkat tema soal “Strategi Perjuangan Umat Islam Indonesia dalam Mewujudkan NKRI yang Maju, Adil, dan Beradab” ini akan membahas sejumlah tema penting yang terkait dengan persoalan staretgis keumatan. “Meliputi politik, keagamaan, media, ekonomi, dan pendidikan,” ujar Zaitun dalam jumpa pers, belum lama ini di Jakarta.

Di bidang pendidikan, Zaitun menyebutkan sejumlah tantangan masih muncul di sektor ini. Seperti pemerataan dan perluasan akses, peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing, penataan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik; dan peningkatan pembiayaan serta akomodasi kebudayaan dalam pendidikan. “Dengan demikian, upaya peningkatkan kinerja pendidikan nasional memerlukan suatu reformasi menyeluruh,” cetus Zaitun.

Sementara itu, di bidang filantropi Islam, kata Zaitun, KUII juga menyoroti tentang peluang dan optimalisasi filantropi Islam. Dari total 164 negara di dunia, Indonesia masuk menjadi 10 negara paling dermawan di dunia dalam lima tahun terakhir (World Giving Index, 2019-2015). “Lembaga filantropi tumbuh dengan subur, tapi di lain pihak belum banyak lembaga yang belum profesional sehingga tidak terdata secara nasional, regional, maupun global,” tambah Zaitun.

Sementara pada persoalan keagamaan, KUIII menilai kegagalan sebagian umat beragama dalam memahami pesan kemajuan dari ajaran agamanya. Ekspresinya adalah praktik al-ghuluw, yaitu berlebih-lebihan dalam tekstualisme dan rasionalisme Ada dua hal kegagalan memahami sumber ajaran Islam, yaitu tekstualisme (tasyaddud/tafrith), liberalisme (tasahul/ ifrath), sekularisme dan sinkretisme.

Adapun di bidang strategi ekonomi, KUII ke-7 menyoroti pentingnya terwujudnya sistem ekonomi yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar1945. Konsepsi perekonomian berkeadilan dan berperadaban yang dilandasi nilai Ketuhanan YME, implementasinya tetap mempertahankan persatuan dan azas kerakyatan yang berujung tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Di bidang politik, kehidupan politik Indonesia yang cenderung semakin liberal-sekuler yang mengabaikan nilai-nilai dasar Pancasila, UUD 1945 dan nilai-nilai luhur agama dan budaya bangsa. Kecenderungan politik yang liberal-sekuler ini telah mengakibatkan praktek-praktek politik yang transaksional, koruptif, diskriminatif, kanibal dan oligarkis.

“Stretegi akan dirumuskan demi terwujudnya partai politik Islam dan partai berbasis umat Islam yang modern, kuat dan aspiratif, bersih dengan tata kelola yang baik, sehingga mampu melahirkan kepemimpinan politik yang efektif, transformatif, peka terhadap perubahan zaman, cepat dan tepat dalam mengambil kebijakan,” sebutnya.

Strategi umat dalam KUII ke-7 di bidang hukum, menyoroti fakta bahwa penegakan Hukum melalui lembaga peradilan belum mengakomodasi nilai keadilan dan kemanfataan bagi masyarakat, sehingga timbul pameo “hukum itu tumpul ke atas, tajam ke bawah”.

Penguatan di bidang media akan menekankan pada dakwah di bidang media sosial. Di kalangan umat Islam, internet paling banyak diakses oleh generasi milenial, kalangan muslim kota dan kelas menengah. Fakta ini merupakan kesempatan bagi MUI untuk bisa memperluas dakwah.

Kongres ini rencana akan dibuka Presiden Joko Widodo dan akan ditutup oleh Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin.

[RAN/Foto: MUI]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *