[JAKARTA, MASJIDUNA]—Tokoh sufi Abdul Qadir Jailani memiliki kisah menarik sebelum dia menjadi ulama besar yang namanya masyhur hingga kini.
Saat masih remaja dan berkeinginan menuntut ilmu ke Bagdad, dia meminta izin kepada ibunya. Sang ibu mengizinkan sambil memberinya bekal uang 40 dirham. Agar uang tak tercecer, sang ibu menjahitkan kantong di bawah ketiaknya lalu dijahit rapat.
“Berangkatlah nak, engkau telah aku titipkan kepada Allah,” kata sang ibu sambil meneteskan air mata.
Abdul Qadir berangkat bersama sejumlah kafilah. Di tengah perjalanan dia bertemu 60 orang perampok. Banyak orang yang kehilangan hartanya. Namun Abdul Qadir tak disentuh. Seorang perampok bertanya kepada Abdul Qadir, “apa yang kamu bawa?”
“Terjahit di bawah ketiakku,” katanya. Perampok itu tak percaya lalu pergi begitu saja.
Namun, di sebuah bukit, pimpinan rampok itu bertanya kepada Abdul Qadir, “apa yang kamu bawa?”
“Empat puluh dirham,” kata Abdul Qadir sambil menunjukkan letaknya di bawah ketiak.
Pimpinan rampok itu memeriksa sambil berkata,” kenapa kamu bicara apa adanya?”
“Karena ibuku berpesan agar aku berkata benar dan jujur,” jelas Abdul Qadir.
Tiba-tiba saja pimpinan rampok itu menangis dan berkata,” kamu tidak berkhianat kepada ibumu.Sedangkan kami bertahun-tahun melanggar larangan Allah,” katanya dengan muka sedih.
Pimpinan itu menyatakan bertobat diikuti oleh semua anak buahnya. Semua harta hasil rampokan itu dikembalikan kepada yang berhak.
Kisah sang sufi besar ini mengingatkan tentang arti berkata benar dan tidak takut meski kepada seorang perampok yang berbahaya. Justeru, kejujuran itulah yang telah menyelamatkan Abdul Qadir Jailani.