Begini Pesan Mengembangkan Semangat Dakwah Berjamiyyah

[BANDUNG, MASJIDUNA] — Berdakwah memerlukan strategi agar pesan yang disampaikan dapat dicerna oleh umat. Sejumlah catatan terkait hakikat dakwah di tengah masyarakat hingga menyikapi dengan benar perlu dilakukan strategi. Demikian disampaikan Ustad Eka Permana Habibillah dalam acara Riungan Bina Taqwa (Ribat)  Pimpinan Cabang Pemuda Persis Margaasih Bandung, Senin (18/8) kemarin.

“Banyak catatan penting terkait bagaimana hakikat dakwah di lapangan, dan bagaimana cara menyikapinya dengan benar,” ujarnya sebagaimana dilansir dari laman Persis.

Pertama, kata Ustad Eka,  tidak terlalu berekspekatasi dalam hasil dakwah. Pasalnya sikap berharap bakal berujung kekecewaan. Misalnya, pimpinan di tingkat atas, cabang atau jamaah sekalipun agar tidak berharap acara yang digelar dihadiri banyak anggota.  “Kita akan kecewa jika yang hadir hanya setengahnya atau kurang daripada itu. Karena menghadirkan seluruh anggota itu bukanlah hal yang mudah,” katanya.

Dampaknya, perasaan dongkol serta tak menghargai pengorbanan dan perjuangan  bagi jamaah yang hadir. Bagi Eka, bahasa kekinian adalah ‘baperan’ dalam berjamiyyah. Padahal, dalam berdakwah hanyalah bertugas mengajak dan membuat program.

Kedua, ukuran keberhasilan dakwah  bukanlah seberapa banyak pengikutnya. Namun  keberhasilan dakwah dilihat dari seberapa istiqomah di jalan dakwah. Pasalnya bila keberhasilan dakwah diukur dari seberapa banyak pengikut, maka dapat dipastikan dakwah Nabi Nuh Alaihisalam sepanjang 950 tahun hanya segelintir orang.

Ketiga, ‘Daek heug, teu ajak deui’ (Mau Bagus, Kalau Belum Mau Diajak Lagi). Eka menjadikan kalimat tesebut menjadi motto dalam berdakwah. Dia beralasan kalimat tersebut memiliki makna pantang menyerah dalam dakwah.

Nabi Muhammad SAW sejak sedari awal mengajak Abu Sufyan untuk masuk Islam.  Namun, acapkali Nabi mengajak, Abu Sufyan selalu menampik  bahkan memusuhinya.  Nabi Muhammad tak putus asa untuk terus mengajak Abu Sufyan agar bersedia memeluk Islam. Hingga pada akhirnya, baru setelah Nabi mengajak Abu Sufyan selama 20 tahun, baru Abu Sufyan bersedia masuk Islam.

“Jadi, tetap enjoy dalam dakwah, jangan punya fikiran berhenti dalam dakwah. Jangan ‘baperan’. Karena ujian dakwah hari ini tidaklah seberat ujian dakwah di masa-masa Para Nabi dan Rasul sebelumnya,” pungkasnya. [KHA]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *