Mengambil Hikmah Ramadan: Andai Ini Puasa Terakhir Kita

JAKARTA, MASJIDUNA- Kerinduan pada bulan Ramadan menjadi ciri insan beriman. Bahkan sejak memasuki bulan Rajab, sudah dianjurkan berdoa yang intinya semoga diberikan keberkahan di bulan Rajab dan Syaban dan dipanjangkan usia hingga Ramadan. Setelah Ramadan usai pun, masih ada kerinduan agar bertemu dengan Ramadan tahun depan. “Setiap habis Ramadan, hamba rindu lagi Ramadan,” begitu syair yang dilantunkan grup Bimbo.

Di antara syariat Allah Subhanahu wata’ala yang agung adalah perintah berpuasa di bulan Ramadhan yang bermakna menahan diri dari segala pembatal puasa yang disertai dengan niat dari mulai terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Ibadah ini telah disyariatkan untuk umat sebelum Islam sebagaimana firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” [QS. Al-Baqarah: 183].

Baca Juga: PuasaTarwiyah

Ramadan adalah bulan maghfrah alias bulan ampunan. Dalam buku “Andai Ini Ramadhan Terakhirmu” karya Tim Ilmiah Indonesia Community Cara Centre, disebutkan bulan Ramadan merupakan ajang untuk mengikis habis dosa-dosa yang pernah kita lakukan. Tentu saja mengikis habis dosa kita dengan mengerjakan ibadah yang banyak pada bulan Ramadhan dengan keikhlasan dan ittiba’ kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Seluruh keutamaan Ramadan dapat menjadi pemicu dan pemacu bagi jiwa kita untuk lebih bersungguh-sungguh dalam memanfaatkan seluruh potensi dan karunia yang Allah berikan guna mendulang kebaikan yang banyak di dalam bulan ini.

Tidak ada sesuatu yang Allah Subhanahu wata’ala perintahkan untuk dilaksanakan atau Dia larang agar dijauhi kecuali ada hikmah yang agung di dalamnya. Di antara nama-nama Allah Subhanahu wata’ala adalah Al-Hakiim sebagaimana firman-Nya: “Sesungguhnya Dialah Allah Yang Hakim (Maha Bijaksana) lagi ‘Alim (Maha Mengetahui).” [QS. Adz-Dzariyat: 30]

Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah menjelaskan makna Al-Hakim, artinya Dzat Yang Maha memiliki hikmah sempurna. Tidak ada satu makhluk pun yang keluar dari lingkaran hikmah Allah, dan tidak ada satu perintah pun yang keluar dari lingkup hikmah-Nya. Allah tidak pernah menciptakan sesuatupun kecuali untuk suatu hikmah, dan tidak pernah memerintahkan sesuatu pun kecuali untuk suatu hikmah.

Hikmah ialah meletakkan sesuatu pada tempatnya yang tepat. Setiap syariat yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wata’ala, sarat dengan hikmah dan tujuan kemaslahatan bagi umat manusia di dunia maupun di akhirat, ada yang diketahui oleh manusia dan ada pula yang merupakan rahasia Allah Al-Hakim.

Baca Juga: bulan puasa

Allah memerintahkan orang-orang beriman di kalangan umat ini dan bahkan umat-umat sebelumnya untuk berpuasa, tentu ada hikmah dan tujuan yang agung di dalamnya, di antara hikmah dan tujuan tersebut ialah:

  1. Ibadah puasa mendekatkan diri kita kepada Allah dengan lebih memilih kecintaan kepada-Nya dan meninggalkan kecintaan kepada sesuatu yang disukai oleh jasad seperti
    makan, minum dan jima’. Hal ini menunjukkan kebenaran cinta seorang hamba kepada Rabbnya.
  2. Ibadah puasa akan mengantarkan diri kepada takwa, karena ibadah puasa sarat dengan aktivitas ketakwaan. Ada banyak definisi takwa yang diungkapkan oleh para
    sahabat, dan kesemuanya itu nampak dalam ibadah puasa: Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata tentang takwa bahwa: engkau menaati-Nya dan
    tidak bermaksiat kepada-Nya, mengingat-Nya dan tidak melupakan-Nya, mensyukuri-Nya dan tidak mengufuri-Nya.

Nah, puasa yang bermakna bukan sekedar menahan diri dari makan dan minum serta jima’, tetapi juga menjauhkan diri dari segala perbuatan dosa dan maksiat yang dapat menghapus atau mengurangi pahala ibadah tersebut.

(IMF)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *