Ilustrasi: Freepik
[YOGYAKARTA, MASJIDUNA] — Ramadan menjadi bulan penuh berkah dan dilipatgandakan pahala atas semua amal kebaikan yang dikerjakannya. Semangat ibadah puasa perlu terus dipupuk tak boleh pupus. Tapi, peningkatan semangat puasa perlu diimbangi dengan keilmuan agar tidak terjebak pada pemahaman keagamaan yang keliru.
Ketua Divisi Fatwa dan Pengembangan Putusan Majelis Tarjih dan Tajdid Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Ruslan Fariadi berpendapat, banyak tokoh agama yang menyampaikan hadis-hadis lemah kepada masyarakat. Malahan, hadis palsu terkait puasa Ramadan. Nah, agar terbebas dari pemahaman yang keliru, berikut hadis-hadis lemah seputar ibadah di bulan suci Ramadan.
Pertama, hadis tentang hubungan puasa dan kesehatan. Hadis tersebut berbunyi: “Berpuasalah, (niscaya) kalian akan sehat”. Hadis ini diriwayatkan Abu Nu’aim di At Thibb al-Nabawi sebagaimana dikatakan Al Hafidz al Iraqi di Takhrij al-Ihya. Hadis ini lemah, bahkan ada ulama yang menegaskan bahwa hadis ini palsu.
“Jika terdapat penelitian ilmiah yang menunjukkan bahwa puasa itu dapat menyehatkan tubuh, maka secara ilmiah dapat dibenarkan, namun tidak boleh dianggap sebagai Sabda Nabi Saw,” ujarnya dikutip dari laman Muhammadiyan, Selasa (4/4/20223).
Baca juga:
- Keluarga Berkualitas Ditentukan Perkawinan Berkualitas
- Mendorong Umat Muslim Mengadopsi Hidup Ramah Lingkungan
- Menapaki Tangga Rohani, Ramadan Menyempurnakan Akhlak
Kedua, hadis tentang tidurnya orang berpuasa. Hadis tersebut berbunyi: “Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, doanya dikabulkan, dan amalannya pun akan dilipatgandakan pahalanya.” Hadis ini diriwayatkan al Baihaqi di Syu’ab al-Iman dengan kualitas lemah.
Menurut Kyai Ruslan, tak semuua tidur dapat diketegorikan bernuansa ibadah, malah dapat masuk kategori makruh. Misalnya sedari pagi hingga sore dalam kondisi tidur dan bangun hanya melaksanakan sholat. Hal tersebut bukanlah ibadah, malah menghilangkan berbagai kesempatan yang banyak untuk melaksanakan amal saleh.
Ketiga, hadis tentang pembagian Ramadan menjadi tiga. Bunyi hadis tersebut: “Adalah bulan Ramadhan, awalnya rahmat, pertengahannya maghfiroh, dan akhirnya pembebasan dari api neraka”. Hadis ini diriwayatkan Ibnu Khuzaimah, dan didhaifkan oleh sejumlah pakar hadis seperti Abu Muhammad Al Mundziri, bahkan ada yang menilainya sebagai hadis munkar yang tidak boleh diyakini.
“Hadis munkar itu satu level di atas hadis maudhu’ (palsu). Maka hadis munkar ini tidak bisa ditolerir dijadikan dalil, baik dalam masalah muamalah apalagi ibadah. Hadis ini seakan-akan ampunan Allah itu terbatas, padahal ampunan-Nya sama sekali tidak terbatas waktu,” terang Ruslan.
Keempat, hadis tentang Ramadan yang tergantung di antara langit dan bumi. Bunyi hadis tersebut: “Bulan Ramadan bergantung di antara langit dan bumi. Tidak ada yang dapat mengangkatnya kecuali zakat fitri”.
Bila seseorang meyakini bahwa puasa Ramadan tidak diterima bila belum menunaikan membayar zakat fitri, menurutnya keyakinan tersebut salah. Sebab itu tadi, hadisnya dhaif. Dia menegaskan, zakat fitri bukanlah syarat sah puasa Ramadan.
“Namun jika seseorang meninggalkannya ia mendapat dosa tersendiri,” pungkasnya.
[AR]
One thought on “4 Hadis Dhaif Soal Tidur Saat Puasa”