Berupa rancangan peraturan presiden (Perpres) tentang Pendanaan dan Penyelenggaraan Pesantren dan rancangan peraturan menteri agama (RPMA) tentang Pendirian dan Penyelenggaraan Pesantren, Pendidikan Pesantren, dan Ma’had Aly.
[JAKARTA, MASJIDUNA] — Kementerian Agama terus berupaya menyusun regulasi sebagai aturan turunan dari UU No.18 tahun 2019 tentang Pesantren. Dalam rangka itulah Kemenag mengharmonisasi rancangan Peraturan Presiden (R-Perpres) dan rancangan Peraturan Menteri Agama (RPMA) sebagai bagian dari beberapa aturan turunan yang diamanatkan UU Pesantren.
Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama, Muhammad Ali Ramdhani, mengatakan harmonisasi dilakukan selama dua hari. Sejak Senin (9/11) dan Selasa (10/11) di Gedung Kemenag. Rancangan Perpres itu mengatur tentang Pendanaan dan Penyelenggaraan Pesantren. Selain itu ada pula RPMA tentang Pendirian dan Penyelenggaraan Pesantren, Pendidikan Pesantren, dan Ma’had Aly.
“Rancangan Perpres dan Rancangan PMA perlu dilakukan harmonisasi,” ujarnya sebagaimana dikutip dari laman Kemenag.
Menurutnya dalam mengharmonisasi Rancangan Perpres dilakukan oleh sejumlah kementerian. Seperti Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Dalam Negeri. Sementara harmonisasi RPMA melibatkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Menuurtnya secara substansi, pengaturan dalam Rancangan Perpres tak mengalami perubahan. Hanya saja memang dari aspek redaksional dan struktur pengaturannya disesuaikan. Namun demikian, Ramdhani memastikan tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan lainnya.
Pria biasa disapa Dhani itu berharap, pasca rampungnya tahap harmonisasi, kedua rancangan regulasi itu dapat segera ditandatangani Presiden dan Menteri Agama. Setelah itu dapat diundangkan segera. Dengan begitu, Perpres dan PMA tersebut menjadi pedoman aturan teknis bagi para pihak daam melakukan rekognisi, afirmasi, dan fasilitasi terhadap pesantren.
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Waryono Abdul Ghofur menambahkan, proses harmonisasi dilakukan setelah melalui beberapa kali tahap pembahasan, diskusi, konsultasi. Serta uji publik bersama pimpinan organisasi kemasyarakatan Islam, asosiasi pesantren, dan stakeholders terkait.
“Baik yang diselenggarakan secara daring maupun luring,” pungkasnya.
[AHR/Foto:net]