Sepotong Surga dan Kiriman Azab

[JAKARTA, MASJIDUNA]—Pengasuh Pondok Pesantran Raudatul Thalibin, Rembang, Jawa Tengah, KH. Mustofa Bisri ketika menafsirkan surat Al-An’am ayat 65 yang terjemahannya berbunyi,”Katakanlah: Dialah yang kuasa mengirimkan azab kepadamu dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Ia mengacaukan kamu dalam kelompok-kelompok (fanatik yang saling bertentangan) dan mencicipkan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lain…“. Kata Gus Mus, demikian biasa disapa, mengatakan bahwa kata “mengirimkan” dalam ayat tersebut (yab’atsa) tidak berarti menurunkan atau menimpakan azab, tapi “mengirimkan”. Artinya, bisa jadi ada yang meminta dikirimi azab.”Mohon dikirim azab secukupnya,” tulis Gus Mus dalam salah satu artikelnya yang diberi judul “Memaknai Azab (Kekayaan Alam Bukan Nikmat Perorangan)”.

Nah, kata Gus Mus, apabila bencana-bencana yang menimpa kita sampai saat ini merupakan azab, tampaknya, semua yang disebut dalam surat al-Anam itu sudah “terkirim” ke kita.

Apa sebab? Kekayaan yang melimpah mulai dari hutan, laut, gunung, dan berbagai kekayaan yang tak terhingga itu merupakan anugerah Allah namun manusia Indonesia tidak mensyukurinya malah takabur. “Limpahan anugerah itu tidak dimanfaatkan untuk kepentingan bersama, tapi dijadikan rebutan untuk memikirkan kepentingan diri sendiri. Lebih buruk lagi: ketika bicara hak selalu mengedepankan diri sendiri, giliran bicara kewajiban selalu menunjuk orang lain. Kebenaran selalu diakui miliknya dan kesalahan selalu ditempelkan ke pihak lain.” lanjut Gus Mus.

Padahal, Indonesia ini merupakan “potongan surga” di bumi seperti pernah disampaikan almarhum Syekh Syaltut, mantan Syeikh Akbar Al-Azhar, Mesir ketika berkunjung ke Indonesia dan kagum dengan keindahan negeri ini.

Maka, kata Gus Mus, setiap diri setidaknya harus meneliti sikap dan mengubahnya. Yang takabur berhenti dan mengubah ketakaburannya dengan sikap tawadhu, rendah hati. Yang serakah segera berhenti dan menggantinya dengan sikap qonaah, menerima sesuai bagian dan haknya. Yang terbiasa memikirkan kepentingan diri sendiri mulailah memikirkan kepentingan bersama. Yang selama ini menomorsatukan selain Tuhan segera kembali menomorsatukan-Nya. Kemudian beristighfar: Allahumaghfir lanaa marhamnaa…

(IMF/foto: pesonaindo.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *