MUI: Jangan Pakai Istilah “Wisata Seks Halal” Untuk Prostitusi

[JAKARTA, MASJIDUNA]-–Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Mahyuddin Junaidi meminta masyarakat dan media untuk tidak lagi menggunakan istilah “wisata seks halal” terhadap prostitusi, yang berlangsung di beberapa kawasan seperti Puncak, Jawa Barat. “Itu terminologi yang salah kaprah,” katanya saat berbincang dengan MASJIDUNA.COM, Selasa (18/2/2020). Sebab menurut Mahyudin, yang terjadi di kawasan Puncak adalah perzinahan dengan kamuflase nikahul misyar. Nikah misyar adalah pernikahan dimana pihak perempuan merelakan tidak mendapat haknya seperti hak tempat tinggal dan hak nafkah. Namun rukun dan syarat pernikahan harus dipenuhi. Biasanya dilakukan oleh musafir atau lelaki yang jauh dari pasangan. “Tapi ini beda dengan nikah mut’ah, “jelasnya.

Menurut Mahyudin, jika istilah “wisata seks halal” tersebut dibiarkan khawatir diterima oleh masyarakat sebagai sesuatu yang benar berdasarkan ajaran Islam. “Padahal itu penyimpangan,” jelasnya.

Beberapa waktu lalu, MUI pun sempat mendatangi kawasan tersebut untuk memberikan penyadaran. Hasilnya, banyak pihak yang terlibat dari praktek pelacuran namun berkedok pernikahan itu. “Banyak yang terlibat mulai dari oknum aparat, petugas KUA sampai masyarakat,” ujarnya. Bahkan Mahyudin yang tinggal di kawasan Bogor, sempat menyaksikan sendiri bagaimana sikap masyarakat yang bisa disebut terbuka terhadap praktek tersebut. “Sempat hilang, namun beberapa tahun kemudian muncul lagi,”‘ujarnya.

Menurut Mahyudin, dalam transaksi prostitusi itu memang ada akad nikah. Bahkan disiapkan kambing guling segala. Namun dalam pelaksanaanya banyak penyimpangan.

Sebelumnya diberitakan aparat kepolisian berhasil membongkar praktek prostitusi dengan modus “wisata seks halal” di kawasan Puncak. Modusnya, kawin kontrak atau booking out dengan durasi 1-3 jam dengan tarif Rp500 ribu per orang. Bila kawin kontrak Rp 5 juta untuk 3 hari dan Rp 10 juta untuk 7 hari. Sementara embel-embel “halal” merupakan tipuan belaka untuk menarik minat lelaki hidung belang. Dalam prakteknya, sama saja dengan pelacuran: ada mucikari yang menawarkan perempuan, ada perempuan yang bersedia di booking dan lelaki yang bersedia membayar.

(IMF/foto:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *