Kisah Pejabat Sederhana: Dari Umar Sampai Hatta

[JAKARTA, MASJIDUNA]—Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis menghimbau anggotanya agar menampilkan gaya hidup sederhana dan tidak hedonis.

Imbauan itu tertuang dalam surat telegram, 15 November 2019. Aturan dalam TR berlandaskan aturan Undang-Undang No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No 2 Tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Kepolisian, Peraturan Kapolri No 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian, dan Peraturan Kapolri No 10 Tahun 2017 tentang Kepemilikan Barang yang Tergolong Mewah.

Imbauan tersebut bukan tanpa sebab. Sudah lama terdengar selentingan bahwa para petinggi Polri punya gaya hidup mewah.

Islam punya banyak contoh para pejabat negara yang menjalankan hidup sederhana. Meski mereka punya kesempatan untuk hidup bergelimpangan kemewahan namun hal itu tidak dilakukan.

Umar bin Abdul Azis, salah satu contohnya. Khalifah dari Bani Umayah ini, dikenal sebagai pemimpin yang menghindari pemakaian uang negara untuk kepentingan pribadi. Salah satu kisahnya yang paling terkenal adalah tatkala pada suatu malam kedatangan anaknya ke ruang kerjanya. Ketika anaknya mengetuk pintu, Umar pun bertanya: “Ada urusan apa? Urusan keluarga atau negara?” Sang anak pun menjawab bahwa yang akan dibicarakan urusan keluarga. Maka Umar pun mempersilakan anaknya masuk sambil memadamkan lampu di ruang kerjanya. Hal itu dilakukan Umar karena pembicaraan urusan keluarga tidak boleh memakai fasilias negara.

Di tanah air, kita pun mengenal pemimpin Sarekat Islam KH Agus Salim. Dialah pahlawan nasional yang pernah menjadi Menteri Luar Negeri pertama. Sepanjang karirnya di dunia politik dan pemerintahan, dia dikenal sebagai sosok yang melarat. Para muridnya mengenang Salim sebagai pribadi yang humoris meski tak memiliki apa-apa. Rumahnya berpindah-pindah karena harus mengontrak. Konon, sampai akhir hayatnya pada tahun 1954, Salim tak punya rumah. Makanan kesukaanya nasi goreng kecap dan mentega. Dia dikenang oleh muridnya melalui salah satu adagiumnya: leiden is lijden (memimpin itu menderita).

Tokoh lain yang juga mengedepankan kesederhanaan adalah Wakil Presiden pertama Mohammad Hatta. Ada kisah Hatta menginginkan sepatu Bally yang diiklankan di koran. Iklan itu dia gunting. Namun hingga akhir hayatnya, sepatu Bally itu tak pernah berhasil dia beli. Padahal, sebagai proklamator dan mantan wakil presiden, setidaknya Hatta bisa membeli dengan menggunakan uang negara. Tapi itu tidak dia lakukan. Baik Agus Salim maupun Hatta, juga pernah mengalami masa sulit dalam membayar urusan kebutuhan sehari-hari. Agus Salim pernah tak mampu bayar listrik sedangkan Hatta tak sanggup bayar air PDAM dan Pajak bumi dan bangunan.

Kini zaman berganti. Kehidupan makin kompetitif dan kemewahan makin menjadi ukuran. Sikap-sikap hedonis makin menggila. Islam sudah memberikan pedoman tentang gaya hidup sederhana, seperti dilakukan oleh Rasullah sendiri dalam hidup sehari-hari. Dalam sebuah haditsnya beliau menyatakan: “ Makan dan minumlah dan bersedekahlah, tanpa berlebihan dan tidak sombong”. (HR Ahmad). (IMF)

One thought on “Kisah Pejabat Sederhana: Dari Umar Sampai Hatta

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *