RUU Pesantren, Bentuk Penghargaan Pesantren Cerdaskan Bangsa

[BOGOR, MASJIDUNA] —  Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan masih terus dibahas DPR dan pemerintah. Malahan statusnya sudah masuk tahap akhir. DPR sudah melakukan Rancang-ancang bakal mengesahkan RUU Pensantren sebelum berakhir September.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Islam (Pendis) Kementerian Agama (Kemenag), Kamaruddin Amin berpandangan pembentukan RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan sebagai bentuk penghargaan atas peran besar pesantren sebagai lembaga pendidikan mencerdaskan bangsa. Selain itu, jauh sebelum Indonesia berdiri, pesantren telah berperan merawat bangsa melalui berbagai kiprahnya.

Menurutnya, kebiasaan yang berlaku di pesantren bakal dirawat. Nah RUU Pesantren, Kamaruddin memastikan tidak akan menurunkan derajat atau mengubah kebiasaan yang berlaku di pesantren.

“Jadi merekognisi tradisi dan keilmuan yang ada di Pondok Pesantren,” ujarnya di hadapan para pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah penyelenggaran Pendidikan Keseteraan, di Bogor, Rabu (28/08) kemarin.

Dia menilai, RUU tersebut bertujuan memberikan pembinaan pondok pesantren dalam tiga fungsi utama. Pertama, fungsi pendidikan. Menurutnya deengan disahkannya RUU tersebut menjadi UU, Pesantren diharapkan mendapatkan bagian atas alokasi anggaran pendidikan yang mencapai 20 persen dari APBN. 

“Sehingga, dalam UU nanti tertulis, bahwa sumber pendidikan pesantren bisa dari masyarakat, ABPN dan APBD. Jadi, ke depan gubernur juga harus mau bantu Pondok Pesantren. Ini salah satu poin penting dari RUU itu,” katanya.

Kedua, sebagai lembaga dakwah. Pesantren adalah ruang semai moderasi beragama di Indonesia,  bahkan dunia. Ke depan, pesantren harus bisa menjadi pusat kajian Islam dunia. Sebagai lokomotif dan centre of excellent,  serta tempat menyemai moderasi beragama untuk kemduian dikaji, didakwahkan Islam Wasathiyah.  Serta menjadi pusat peradaban Islam melalui pemahan moderat.

Ketiga, sebagia lembaga pemberdayaan masyarakat.  Pesantren mesti membuka dan mengembangkan diri di era digitalisasi. Menurutnya era revolusi industri 4.0 memaksa siapapun untuk mengubah dirinya, dengan berbagai tantangan penguasaan teknologi dan informasi. Termasuk penguasaan literasi digital.

Terakhir, Pondok Pesantren sebagai lembaga pemberdayaan masyarakat. Untuk fungsi ini, pesantren harus ikut mengembangkan diri sesuai tantangan zaman. Di era revolusi industri 4.0, tantangannya terkait penguasaan teknologi informasi dan komunikasi (ICT), serta penguasaan literasi digital.

Karenanya, pesantren mesti mengubah stigma hanya lembaga pendidikan tradisional berbasis agama. Padahal pesantren merupakan lembaga pendidikan keagamaan modern. Karena itu, pemerintah berkewajiban membantu peran pesantren dengan tiga fungsi tersebut.

Mengisi ruang publik

Kamarudin menegaskan, masyarakat pesantren ke depan mesti mengisi ruang-ruang publik di media sosial. Apalagi kekinian banyak pengisik konten agama yang tidak literasi keagamaan yang kuat. Namun, mereka  justru mampu tampil dan mempengaruhi cara pandang masyarakat dalam beragama.

“Sekarang mereka sudah merebut pengaruh keagamaan di masyarakat. Banyak yang merasa pintar padahal mereka tidak paham agama, tapi mereka mampu merebut ruang pubik bernama medsos. Ini jadi tantangan pesantren,” ujarnya.

Maka dari itu, lanjut Kamaruddin, pesantren harus terus meningkatkan serta memajukan kualitas yang ada di pondok pesantren, baik secara kurikulum, penjaminan mutu, termasuk sarana dakwah berbasis digital. 

“Kita jangan cepat puas, di era abad 21 sekarang ini. Karena kita harus terus berinovasi agar dapat merespon tuntutan masyarakat dengan jaminan mutu dan bermanfaat,” pungkasnya. [KHA]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *