Pentingnya Konsumen Memahami Kehalalan Produk Olahan

[BATAM, MASJIDUNA] — Perkembangan teknologi berdampak besar terhadap semua aspek. Tak saja digitalisasi, namun teknik pengolahan produk makanan kian canggih. Jenis produk makanan hasil olahan menggunakan teknologi pangan makin beragam. Bahkan jajanan pasar pun menjadi bagian dari hasil olahan.

Kepala Pusat Pembinaan dan Pengawasan Jaminan Produk Halal, Siti Aminah menegaskan pentingnya masyarakat mengetahui dan memahami kehalalan produk makanan hasil olahan. Sebaliknya, pelaku usaha pun berkewajiban menyampaikan informasi secara benar, jelas dan jujur tentang produk hasil olahan yang dijualnya kepada konsumen.

Merujuk pada ketentuan UU No.34 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, produsen produk makanan mesti menginformasikan kehalalannya. Sebab hal tersebut menjadi kewajiban pelaku usaha yang juga menjadi hak bagi konsumen dalam mengkonsumsi produk makanan yang dibelinya.

“Untuk itu konsumen jangan ragu bertanya kepada penjual, jika ada informasi yang kurang jelas tentang produk yang akan dibeli,” ujarnya dalam acara bertajuk ‘Pembinaan Jaminan Produk Halal (JPH) bagi Konsumen’ di Kota Batam, Senin (26/08).

Aminah berpendapat, perlakuan terhadap produk makanan hasil olahan dengan memberikan bahan tambahan pangan. Tujuannya, untuk menambah citarasa pada manan serta tampilannya. Namun demikian, zat tambahan pangan tidak kemudian mengabaikan kehalalan produk makanan.

Nah bagi Aminah, sertifikasi jaminan produk menjadi kewajiban diproses secara halal. Karenanya, sertifikasi halal menjadi upaya produsen dalam meyakinkan konsumen terkait jaminan kehalalan produknya secara syariat. Sementara konsumen pun mesti memahami tentang jaminan produk halal, khususnya pada makanan.

Fakta di lapangan, fenomena produk makanan hasil olahan acapkali menggeser nilai dari makanan tersebut. Termasuk dapat menjadikan makanan semula halal, menjadi tidak halal. Karenanya, kata Aminah, produk pangan olahan harus ditelusuri kehalalan asal bahan dan proses serta penyajiannya.

Perempuan berdarah Bima ini menunjuk sebuah contoh tentang proses pembuatan roti. Produsen dalam memproduksinya menggunakan terigu, diperkaya dengan protein dan lemak hewan. Sumber bahan boleh jadi dari hewan non halal. Seperti bahan yang mengandung unsur babi, ujungnya membuat terigu dengan cita rasa tersendiri.

Bagi konsumen muslim, tentu saja tidak boleh dikonsumsi. Sebab sesuatu makanan ymengandung unsur babi, haram hukumnya untuk dikonsumsi. Bahkan pengunaan kuas yang berasal dari bulu babi pada pembuatan martabak. Oleh karena itu, konsumen wajib mengetahuinya sebelum mengkonsumsi sebuah makanan.

Menurutnya, kuas berasal dari bulu babi ketika dibakar bakal berbau seperti rambut terbakar. Baunya, kata Aminah, memiliki kekhasan tersendiri, seperti bau daging terpanggang. Nah biasanya berwarna kuning muda serta lebih lembut. Sedangkan kuas tidak berasal bulu babi, tak memiliki ciri sebagaimana yang disebutkan di atas.

“Sebetulnya konsumen dapat membedakan mana kuas yang berasal dari bulu babi atau tidak,” katanya.

Di ujung paparannya, Aminah berharap para peserta dan mayarakat lainnya dapat menyosialisasikan serta mengedukasi tentang jaminan produk halal di lingkungan terdekatnya masing-masing. Termasuk anggota keluarganya. Dia menilai dalam meningkatkan pemahaman jaminan produk halal, maka kegiatan semacam sosialisasi tersebut mesti digalakan.

“Baik dengan meningkatkan peran serta institusi pendidikan maupun para penyuluh agama Islam di daerah,” pungkasnya. [AHR]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *