Puasa Melatih Kesabaran untuk Kesuksesan

Oleh: Juradi Malkan (Dosen Pascasarjana Universitas PTIQ Jakarta, Ketua BP4 Pusat, dan Komisi Ukhuwah MUI Pusat)

KESABARAN diperlukan untuk meraih kesuksesan. Oleh karena itu setiap orang yang ingin meraih kesuksesan perlu melatih diri untuk bisa sabar.  Namun sayangnya tidak ada sekolah kesabaran.  Untuk itu lah puasa merupakan suatu metode dari Allah yang hadir untuk mendidik kesabaran.

Salah satu hikmah dari ibadah puasa adalah melatih kesabaran. Saat berpuasa banyak ujian agar kita lebih sabar. Dalam keadaan haus dan lapar orang mudah marah dan cepat emosi, namun dengan puasa, marah ditahan, dan emosi  dikendalikan. Itulah sebabnya puasa disebut imsak artinya menahan.

Kemampuan untuk menahan hawa nasfsu yang mengajak kepada kejahatan dilatih selama puasa, sehingga orang yang terbiasa berpuasa akan melahirkan orang-orang yang sabar. Dalam kehidupan sangat diperlukan kesabaran. Hanya orang-orang yang sabar-lah yang bisa eksis dan sukses dalam kehidupan yang penuh godaan dan tantangan.

Sabar adalah salah satu akhlaq mahmudah, sikap yang terpuji. Dalam dunia tasawuf, ada beberapa tahapan (maqamat) yang harus dilewati oleh para calon sufi untuk menuju maqam sufi. Salah satu tahap (maqam) itu adalah maqam sabar.  

Kata sabar berasal dari bahasa Arab yaitu As-shabru, merupakan masdar dari fi’il madhi yang berarti menahan diri dari keluh kesah. Ada juga yang mengatakan  as-Shibru dengan mengkasrahkan shadnya yang berarti obat yang sangat pahit dan tidak enak.

اَلصَّبْرُ كَالصِّبْرِ مُرُّ فِى مَزَاقَتِهِ لَكِنْ عَوَاقِبِهِ اَحْلَى مِنْ العَسَلِ

“Sabar itu seperti buah jadam yang sangat pahit, tapi akibatnya lebih manis daripada madu”.

Dalam deretan Asmaul Husna, Allah disebut As-Shabur (Yang Maha Penyabar). Menurut Imam al-Ghazali, nama Tuhan ini mengandung pengertian bahwa Allah tidak tergesa-gesa menghukum para pendosa. Kesabaran-Nya terhadap para pelaku perbuatan dosa dengan tujuan memberikan waktu agar insyaf, dan kembali menemukan jalan yang diridhaiNya. 

Sabar mencerminkan sifat ke-Tuhanan yang sangat mulia. Bahkan dalam tingkatan tindakan keimanan, sabar menempati posisi paling tinggi, tentunya dengan pahala yang tak terhingga. Seperti yang tercantum dalam Surat Az-Zumar ayat 10:

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa bata”.

Sabar pada umumnya selalu diidentikkan dengan musibah. Artinya sabar seolah hanya ada ketika manusia dihadapkan dengan musibah atau kesusahan. Padahal tidak begitu adanya. Karena sesungguhnya bersabar jauh lebih berat ketika diterapkan dalam kondisi kehidupan yang normal dan bahagia. Memang berat seorang yang hidup miskin untuk bersabar dengan kondisi yang dialaminya, Akan tetapi lebih berat lagi ketika seorang yang bergelimangan harta dan kekuasaan, serta kenikmatan yang tak putus-putusnya  untuk tetap ingat berterima kasih dengan rahmat-Nya.

Imam Abi Zakaria di dalam kitab Riyadhussalihin menjelaskan bahwa sabar itu ada 3 (tiga) yaitu:

  1. As-Sabru ‘alat-tha’ahالصبر على الطاعة   (sabar atas ketaatan). Dalam ketaatan juga diperlukan kesabaran, karena ketaatan itu ibarat jalan mendaki. Allah berfirman :

وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ (١٢)فَكُّ رَقَبَةٍ (١٣)أَوْ إِطْعَامٌ فِي يَوْمٍ ذِي مَسْغَبَةٍ (١٤)

 “Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan. Atau memberi makan pada hari kelaparan”. (QS. Al-Balad: 12-14).

Dalam ayat ini “kebajikan”, yang diibaratkan sebagai jalan mendaki lagi sukar, diwakili dengan membebaskan manusia dari perbudakan dan memberi makan orang yang lapar, dikarenakan hal tersebut merupakan persoalan yang sangat strategis dalam interaksi hablun minannas, dan memerlukan “kesabaran” yang tinggi untuk dapat melakukannya. Dan ternyata memerdekakan budak dan memberi makan orang yang lapar substansinya suatu kebajikan yang berlaku sepanjang masa. 

  • Assabru ‘alal-mushibah الصبر على المصيبة (sabar terhadap musibah). Salah satu cara Allah menguji hamba-Nya adalah dengan menimpakan bermacam-macam kesusahan hidup. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah/2 ayat 155 s.d. 157:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (١٥٥)

الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (١٥٦) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ

 وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ (١٥٧)

“dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. Mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. Al-Baqarah: 155-157).

  • Assabru ‘anil-maksiah الصبر عن المصيبة  (sabar dari berbuat maksiat). Menahan diri dari perbuatan maksiat memerlukan kesabaran yang kuat, karena perbuatan maksiat ibarat jalan menurun, sangat mudah melakukannya. Di samping dorongan dari dalam diri manusia berupa hawa nafsu, yaitu nafsu ammarah, ada pula dorongan dari luar yaitu rayuan iblis laknatullah yang menggoda manusia sehingga menganggap baik perbuatan maksiatnya. Dengan segala cara Iblis menggoda manusia:

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ (١٦)ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ 

أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ (١٧)

Iblis berkata: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, maka saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. (sehingga) Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)”.  (QS. Al-A’raf: 16-17).

Dengan demikian kesabaran diperlukan dalam segala aspek kehidupan, di saat mendapat ujian berupa musibah, di saat diberi kenikmatan, dan dalam menjalankan ketaatan. Semuanya perlu kesabaran. Bahkan untuk meraih kesuksesan pun perlu kesabaran. Bagaimana korelasi antara sikap sabar dengan kesuksesan?. Orang-orang yang sukses di dunia ini senantiasa menyisakan cerita unik tentang dinamika dan pasang surut perjuangannya, jatuh bangun dan pantang menyerah dalam menghadapi berbagai tantangan. Tanpa  kesabaran dan jiwa yang kuat, maka tidaklah mungkin seseorang akan mencapai kesuksesan hidup. Perhatikan firman Allah ini:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (٢٠٠)

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu), dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung”. (QS. Ali Imran: 200).

Ayat di atas  memberi pelajaran bahwa kesuksesan akan diperoleh didahului dengan kesabaran dan kedisiplinan. Secara normatif kesuksesan seorang pelajar menyelesaikan studinya tentulah didahului dengan belajar dengan tekun, pelajar yang malas jangan berharap bisa lulus dengan baik, begitu juga keberhasilan  seorang mahasiswa menjadi sarjana pastilah didahului dengan kesabaran dan kedisiplinan dalam mengikuti perkuliahan.

Dalam ajaran Islam, Hari Raya ‘Idul Fitri sebagai suatu kemenangan dan kesuksesan pastilah karena didahului dengan kesabaran dan kedisiplinan dalam menjalankan ibadah puasa yang penuh tantangan dan godaan. Karenanya kita ungkapkan ucapan “Minal Aidin wal-Faizin”.

Dalam Al-Qur’an diabadikan cerita pengalaman Nabi Daud a.s. ketika memimpin pasukan kecilnya melawan tentara Jalut yang jumlahnya jauh lebih besar. Dan Nabi Daud berhasil memenangkan peperangan ini karena kesabaran, keuletan dan kedisiplinan. 

فَلَمَّا جَاوَزَهُ هُوَ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ قَالُوا لا طَاقَةَ لَنَا الْيَوْمَ بِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ قَالَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلاقُو اللَّهِ كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ (٢٤٩)

“….. Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar.”(QS. Al-Baqarah: 249).

Agar bisa bersabar tingkat tertinggi kita perlu memperkuat aqidah dan mempertebal keimanan kita untuk lebih mengenal dan meyakini sifat Allah Ar-Rahim (Yang Maha Penyayang),  yaitu lebih sayang terhadap hamba-Nya melebihi kasih sayang ibu kepada bayinya, setelah lama terpisah dengan bayinya karena bayinya hilang. Sebagaimana riwayat dari Umar bin Al Khattab radhiallahu ‘anhu, beliau menuturkan:

ﻗﺪﻡ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺳﺒﻲ، ﻓﺈﺫﺍ ﺍﻣﺮﺃﺓ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﺒﻲ ﻗﺪ ﺗﺤﻠﺐ ﺛﺪﻳﻬﺎ ﺗﺴﻘﻲ، ﺇﺫﺍ ﻭﺟﺪﺕ ﺻﺒﻴﺎً ﻓﻲﺍﻟﺴﺒﻲ ﺃﺧﺬﺗﻪ، ﻓﺄﻟﺼﻘﺘﻪ ﺑﺒﻄﻨﻬﺎ ﻭﺃﺭﺿﻌﺘﻪ، ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻨﺎ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : (ﺃﺗﺮﻭﻥ ﻫﺬﻩ ﻃﺎﺭﺣﺔ ﻭﻟﺪﻫﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺭ ). ﻗﻠﻨﺎ: ﻻ، ﻭﻫﻲ ﺗﻘﺪﺭ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﻻ ﺗﻄﺮﺣﻪ، ﻓﻘﺎﻝ: (ﻟﻠﻪ ﺃﺭﺣﻢ ﺑﻌﺒﺎﺩﻩ ﻣﻦ ﻫﺬﻩ ﺑﻮﻟﺪﻫﺎ

“Rasulullah SAW kedatangan rombongan tawanan perang. Di tengah-tengah rombongan itu ada seorang ibu yang sedang mencari-cari bayinya. Tatkala dia berhasil menemukan bayinya di antara tawanan itu, maka dia pun memeluknya erat-erat ke tubuhnya dan menyusuinya. Rasulullah SAW bertanya kepada kami, “Apakah menurut kalian ibu ini akan tega melemparkan anaknya ke dalam kobaran api?” Kami menjawab, “Tidak mungkin, demi Allah. sementara dia sanggup untuk mencegah bayinya terlempar ke dalamnya.” Maka Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya melebihi kasih sayang ibu ini kepada anaknya.” 

Bersabar memang pahit awalnya, akan tetapi manis akhirnya. Allah swt memerintahkan sabar dalam menghadapi sesuatu yang tidak disenangi maupun yang disenangi. Begitu mulianya sebuah kesabaran sehingga Allah swt menghimbau kepada orang beriman agar menjadikan kesabaran sebagai pegangan, sebagai penolong seperti yang dituntunkan dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah/2:153 sebagai berikut:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّـهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.

Bila dicermati dengan seksama maka ayat di atas, dilihat dari cara penyebutan kata sabar mendahului kata sholat, menggambarkan bahwa kedudukan sabar tidaklah kalah penting dengan sholat. Ini dikarenakan segala sesuatu memang memerlukan kesabaran. Hingga masalah yang paling pentingpun yaitu sholat. Sabar  menjadi kunci kesuksesan dalam mengarungi deburan ombak kehidupan. Karena sabar menjadi senjata kita untuk meraih datangnya pertolongan Allah SWT. [RAN]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *