[JAKARTA, MASJIDUNA] – Terdapat enam IAIN akan berubah menjadi UIN. Salah satunya IAIN Purwokerto akan berubah menjadi UIN Prof. KH. Saifuddin Zuhri atau disingkat UIN Saizu. Apa yang melatarbelakangi nama mantan Menteri Agama era Presiden Soekanro ini muncul?
Selangkah lagi, IAIN Purwokerto berubah nama menjadi UIN Prof. KH. Saifuddin Zuhri. Perubahan nama dan status ini tentu akan memberi dampak signifikan bagi perkembangan perguruan tinggi Islam yang terletak di wilayah “Inyong” ini.
Rektor IAIN Purwokerto Dr. Moh. Roqib saat berbincang dengan MASJIDUNA.COM, Senin (16/11/2020) menceritakan musabab menamakan perguruan tinggi yang ia pimpin dengan nama Prof. KH. Saifuddin Zuhri. “IAIN Purwokerto itu dinegerikan pada tahun 1964, nah piagam penandatangananya itu dilakukan oleh Menteri Agama saat itu yakni Prof. KH. Saifuddin Zuhri,” ujar Roqib.

Alasan lainnya, sosok Prof. KH Saifuddin Zuhri tak lain merupakan sosok putera daerah yang lahir dan dibesarkan di Purwokerto, tepatnya di Sokaraja, Banyumas. “Beliau tokoh dari lokal tapi prestasinya menasional dan dapat dijadikan contoh,” tambah Roqib.
Hal lainnya yang menjadi pertimbangan IAIN Purwokerto mengganti nama menjadi UIN Prof. KH. Saifuddin Zuhri, yakni tidak terlepas dari figur KH. Prof. Saifuddin Zuhri yang memiliki segudang kemampuan.
“Beliau seorang penulsi produktif, wartawan, ulama yang tidak diragukan lagi, seorang politisi ulung buktinya beliau menjadi Menteri Agama, jejaring yang dimiliki sangat luas, serta memiliki kemampuan komunikasi yang bagus,” papar Roqib
Meski demikian, Roqib mengaku mulanya pihaknya melirik nama IAIN Purwokerto berubah menjadi UIN Syekh Makhdum Wali. Nama ini merupakan sosok yang berjasa khususnya bagi masyarakat Pasir Luhur, Purwokerto. “Tapi kita melacak sejarahnya agak kesulitan. Tidak ada buku induk yang membicarakan beliau,” ungkap Roqib.
Doktor bidang Studi Islam ini menyebutkan pihaknya kesulitan melacak jejak Syek Makhdum Wali ini. Terdapat beberapa tulisan yang ditulis oleh beberapa orang, namun terjadi perbedaan dari penamaan. Misalnya ada yang menyebut Syekh Makhdum Wali. Ada juga yang menyebut Syekh Makhdum Ali.
“Soal makam beliau sendiri posisinya ada perbedaan, dalam konteks historisnya ada kesulitan. Makanya, kita memilih yang meyakinkan,” tegas pria asal Lamongan, Jawa Timur ini.
Perubahan IAIN Purwokerto menjadi UIN Prof. KH Saifuddin Zuhri tinggal selangkah lagi. Berbagai persyarayan administratif telah dipenuhi oleh pihak IAIN. Seperti surat izin dari ahli waris Prof. KH Saifuddin Zuhri melalui Yayasan Saifuddin Zuhri, Bupati Banyumas, Hingga Gubernur Jawa Tengah.
Rektor IAIN Purwokerto ini memiliki harapan besar atas perubahan IAIN Purwokerto menjadi UIN Prof. KH. Saifuddin Zuhri ini. Dia berharap perguruan tinggi yang ia pimpin ini dapat melengkapi kebutuhan perguruan tinggi Islam yang bermutu dan berkualitas.
“Tidak hanya diakui tingkat nasional, tapi juga internasional. Kita harapkan UIN akan mengangkat budaya lokal “pengiyongan”,” harap Roqib.
Khusus budaya pengiyongan ini, IAIN Purwokerto telah memulainya. Kampus yang beralamat di Jl A. Yani No 40-A Purwokerto ini telah memiliki “Pojok Pengiyongan”, yang menjadi tempat pengkajian budaya lokal.
Terdapat delapan kabupaten/kota yang masuk kategori budaya pengiyongan (menggunakan kata “inyong” saat menyebut “saya) yang dimulai dari pesisir pantai utara (pantura) yakni Tegal, Brebes, Kota Tegal, Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumean.
Di bagian akhir, Penulis buku “Ilmu Pendidikan Islam” ini menyebutkan akronim UIN Prof. KH. Saifuddin Zuhri disingkat menjadi “UIN Saizu”. Bukan tanpa alasan penyebutan akronim ini. “Saizu itu dalam bahasa Jepang artinya timbangan, keseimbangan. Harapannya UIN Saizu dapat melakukan hal tersebut,” harap Roqib.
[RAN/Foto: kausakata.com/Dok. Pribadi]