[YOGYAKARTA, MASJIDUNA]—Perhatian masyarakat terhadap para penyandang disabilitas terus meningkat. Namun, belum tersusun fikih yang membahas secara khusus para penyandang disabilitasnya. Muhammadiyah pun mengambil inisiatif untuk menyusun fikih Muhammadiyah menjelang munas tarjih ke-31.
Koordinator Penyusun Draft Fikih Difabel Alimatul Qibtiyah menerangkan bahwa pengabaian dalam memenuhi hak-hak difabel boleh jadi merupakan salah satu ciri manusia yang mendustakan agama.
“Penyusunan draft Fikih Difabel ini sebagai manifestasi penafsiran bahwa Muhammadiyah bukanlah organisasi yang yukadzdzibu bi al-din, mendustakan agama. Al-Qur’an surat Al Ma’un yang diajarkan oleh KH. Ahmad Dahlan, menjadi landasan penting dalam melakukan dakwah pencerahan dalam isu difabel”, jelas Alim saat ditemui usai rapat penyusun draft Fikih Difabel di ruang sidang Pusat Tarjih Muhammadiyah Universitas Ahmad Dahlan pada Sabtu (18/1).
secara sistematis bagaimana pandangan Islam terhadap kelompok yang memiliki perbedaan kemampuan ini. Dalam penyebutan figur difabel ditinjau dari gaya bahasa, terkadang al-Qur’an dan al-Sunah terkadang menggunakan pandanan yang jelas (sharih) dan di kesempatan lain menyebutkannya secara sindiran (kinayah). Walau pun demikian, kedua sumber ajaran Islam tersebut banyak memberikan kasus-kasus spesifik maupun nilai-nilai universal—baik dalam gaya bahasa yang sharih maupun kinayah—yang bisa dimanfaatkan untuk ditarik menjadi acuan yang sistematis terkait dengan difabel.
“Dalam upaya menyusun Fikih Difabel secara sistematis, maka penulisan Fikih Difabel ini disusun suatu pedoman yang memuat pandangan Islam terhadap penyandang difabel, nilai-nilai dasar (al-qiyam al-asasiyyah), prinsip-prinsip umum (al-ushul al-kulliyah), petunjuk praktis (al-ahkam al-far’iyyah) pemenuhan dan perlindungan hak serta fikih difabel yang mencakup aspek ibadah, muamalah dan akhlak”, terang Alim.
Sebagai Koordinator Penyusun Draft Fikih Difabel, Alim menargetkan draft ini rampung sebelum halaqoh nanti. “Nanti di halaqoh pasti banyak masukan dan kritik, kita sebagai tim penyusun draft Fikih Difabel tentu siap menerimanya. Setelah itu kami akan revisi draft ini sebisa yang kami lakukan. Setelah revisi selesai, lalu diserahkan ke panitia Munas. Fikih Difabel ini menjadi salah satu bahasan utama di Munas. Nanti di Munas Tarjih yang medannya lebih besar dari halaqoh, draft ini akan diuji kembali. Ini benar-benar proses panjang yang menyenangkan,” tegas Alim.
(IMF/foto:muhammadiyah.co.id)