Diskusi Aktivis Aisyiyah dan Jemaat Katolik: Kerusakan Lingkungan Urusan Bersama

[JAKARTA, MASJIDUNA]—Para perusak lingungan bisa dari mana saja, tak mengenal latar belakang agama. Seperti halnya para pecinta lingkungan, juga bisa datang dari berbagai komunitas agama. Karena itu, kerusakan lingkungan, pencemaran air dan udara, pengurangan sampah plastik adalah kerja bersama dan menjadi keprihatinan bersama lintas agama.

Itulah yang mendasari diskusi antara Hening Parlan dari Aisyiyah dan komunitas Umat Katolik di lingkungan Dionisius, Kuasi Paroki Bunda Maria Ratu, Sukatani, Depok, Jawa Barat, yang mengambil tema “Mewartakan Kabar Baik di Tengah Krisis Lingkungan Hidup”, di Bogor, Jawa Barat, Sabtu malam (7/9/2019). “Saya diundang untuk menyemangati komunitas ini dalam menjaga lingkungan,” kata Hening, saat berbincang dengan MASJIDUNA.

Meski hari terus merambat malam, namun pertemuan terasa hangat dan ramai. Dimulai dengan menyanyikan lagu, tanda saalib dan salam, pengantar, doa, pendalaman kitab suci dengan membacakan ayat yang sesuai dengan lingkungan dan dilanjutkan dengan meteri lingkungan.

“Saya kebagian memberikan materi. Dimulai dengan melihat film tentang sampah dan lanjut menampilkan beberapa slide. Fakta tentang kerusakan lingkungan, sampah, tentang polusi udara, ditutup dengan menyemangati dengan langkah apa yang bisa kita lakukan dimulai dari diri, keluarga, komunitas dan selanjutnya advokasi bila diperlukan,” ujar mantan wartawan ini.

Intinya, kata Hening, melakukan aksi-aksi yang paling mungkin dilakukan agar ada perubahan mendasar pada perilaku. Hal ini mesti ditindak lanjuti karena jemaat Katolik di Bogor telah mencanangkan tema : Mewartakan Kabar Baik di tengah Krisis Lingkungan Hidup.

Sabtu malam itu, merupakan malam permulaan dan akan bergulir terus. “Tentu ini akan melengkapi gerakan menuju Indonesia bebas plastik bersama kami di ‘Aisyiyah, NU dan umat agama lainnya,” katanya.

Dalam diskusi juga disampaikan bahwa bekerja di isu lingkungan dan kemanusiaan seperti bencana adalah jembatan untuk bergandengan tangan lintas agama, membangun saling pengertian dan bekerja sama tanpa batas. “Bila kita bukan seiman kita adalah saudara dalam kemanusiaan,” katanya.

Malam pun kian larut. Namun Hening mengaku semakin menemukan sahabat yang peduli pada isu-isu lingkungan. Ya, ini soal kemanusiaan yang butuh kerjasama, lintas iman. (IMF)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *