Masjiduna.com–Nama Kementerian Agama akhir-akhir ini sedang dalam sorotan. Sayangnya, yang menjadi perbincangan masyarakat bukanlah prestasi atau kinerja, tapi kasus dugaan jual beli jabatan setelah Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy tertangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Terlepas dari soal karut marut yang melanda “kementerian akhirat” ini, namun dalam perjalanan republik, kementerian ini termasuk kementerian tertua yang pernah dibentuk oleh pemerintah Indonesia. Para menterinya pun termasuk sosok-sosok yang mumpuni, intelektual Islam yang disegani.
Salah satunya HM Rasjidi. Nama HM Rasjidi disematkan pada auditorium megah di Kementerian Agama, Jakarta Pusat. Hal ini tentu merupakan penghormatan dan sikap takzim mereka yang bekerja di sana.
HM Rasjidi terlahir dengan nama Saridi, di Kotagede, Jogjakarta pada 20 Mei 1915 bertepatan dengan 4 Rajab 1333 H. Nama Muhammad Rasjidi diberikan oleh Ahmad Syurkati, tokoh Persis (Persatuan Islam). Rasjidi bukanlah berasal dari keluarga Islam taat, justeru dari keluarga abangan yang dekat dengan tradisi kejawen, seperti menaruh kembang di pojok rumah setiap malam Jumat Kliwon. Rasjidi tidak menampik latar belakang keluarganya ini, bahkan dia menceritakannya dengan jujur:
“Aku ini seorang warga negara Indonesia dari suku Jawa. Keluargaku adalah keluarga yang biasanya disebut “keluarag abangan”, artinya yang beragama Islam tetapi tidak melakukan ibadah sehari-hari…Aku belajar agama Islam..”katanya.
Meski dididik dengan pendidikan umum di sekolah “ongko loro” Rasjidi kecil juga mengaji quran kepada guru agama setempat. Namun, ketidakpuasan dalam pendidikan umum dan agama yang diterima, membuatnya menjadi seseorang yang haus ilmu bahkan terus mengembara mencari mata air pengetahuan.
Bermula dari pertemuan dengan Ahmad Syurkati yang bersedia memberinya bimbingan, Rasjidi merasa puas sebab pendidikan agama yan memberinya pemahaman bukan sekadar hapalan. Dari sanalah dia terus melebarkan sayapnya hingga masuk ke Universitas Kairo di Mesir untuk belajar filsafat.
Setelah tujuh tahun di Kairo, dia kembali kempung halamannya pada 1938, menikah dan menjadi guru di Madrasah Ma’had al Islami Kotagede. Aktivitasnya tidak terbatas sebagai guru agama, tapi juga bidang-bidang sosial dan politik. Selain aktif di Islam Studi Club, Rasjidi juga aktif di Muhammadiyah.
Karena Kemampuannya, Rasjidi pernah ditunjuk sebagai Menteri Negara dalam Kabinet Sjahrir I (November 1945-Maret 1946). Dalam jabatannya ini, Rasjidi bertugas menangani permasalahan umat Islam, menggantikan Wahid Hasjim.
Namun saat diangkat sebagai menteri agama, dia justeru tidak tahu. Pemberitahuan didapatnya saat membaca Koran Merdeka, yang memuat nama-nama menteri kebinet Sjahrir I itu. Saat mengetahui namanya tercantum sebagai menteri agama, Rasjidi tidak melakukan apapun. Alasannya, tidak pernah dihubungi oleh Sjahrir. Barulah saat utusan datang menjemputnya untuk menghadiri sidang pertama kabinet, Sjahrir secara resmi memintanya.
Jabatan sebagai menteria agam terbilang singkat, dari 12 Maret sampai 2 Oktober 1946, di era revolusi kemerdekaan. Hal ini karena Kabinet Sjahrir memang berumur pendek karena tidak pernah dilantik oleh Presiden Soekarno. Tidak heran di masa revolusi ini, para menteri bekerja sendiri-sendiri tanpa ada kejelasan tugas-tugasnya. (imf)