Masjiduna.com – Masjid, sejatinya tempat untuk beribadah. Namun beribadah tak melulu yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Rabb (habbluminallah), tetapi juga berkaitan dengan hubungan dengan sesama manusia (habluminannas). Masjid pun dikala jaman Rasullullah Muhammad Sallaahu Alaihi Wassalam (SAW) digunakan sebagai tempat bermusyawarah, diskusi soal agama, sosial dan kemaslahatan umat.
Dalam rangka menjadikan Masjid sebagai tempat dalam kegiatan keumatan, maka mesti dimakmurkan. Sebagaimana Allah dalam firmannya Surat At-Taubah ayat 18.
{إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ
الْمُهْتَدِينَ} [التوبة: 18]
“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan sholat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Lantas bagaimana cara memakmurkan masjid?. Ketua Departemen Dakwah, Ukhuwah dan Sumberdaya Keumatan Pimpinan Pusat (PP) Dewan Masjid Indonesia (DMI) Ahmad Yani memiliki cara jitu dalam mamakmurkan Masjid sebagaimana dalam laman DMI.
Pertama, umat mesti menyamakan persepsi tentang pentingnya urgensi dan fungsi masjid. Termasuk pula aplikasinya dalam kondisi kekinian. Baginya, betapa pentingnya ceramah, seminar, pelatihan, diskusi hingga membaca buku terkait pengetahuan manajemen Masjid. Fakta di lapangan menunjukan ketidaksamaan pemahaman serta pandangan berujung perbedaan pendapat. Bahkan, para pengurus jamaah yang emosional berdampak tidak makmurnya Masjid.
Kedua, khatib merupakan bagian sumber daya manusia Masjid. Karena itulah dalam shalat Jumat, maka keberadaan khatib menjadi keharusan. Memang, masih terdapat banyak Masjid yang belum memiliki khatib. Apalagi Masjid di banyak perkantoran. Bahkan khatib cadangan pun tak ada.
Makanya, menjadi hal yan mengkhawatirkan pengurus Masjid, ketika tiba waktunya Shalat Jumat, sang khatib tak juga menunjukan dirinya. Oleh karena itulah, Masjid di banyak wilayah Indonesia sudah saatnya memiliki kader khatibnya sendiri. Selain pula khatib luar yang diundang.
Menurut Ahmad Yani, khatib yang dikader memang mesti memenugi standar keshalehan, wawasan luas serta memiliki kemampuan berkutbah dengan baik. Sehingga, khutbah yang diberikan khatib dengan singkat, padat, sistematik dapat menarik dan tidak tekstual.
Ketiga, Imam pun menjadi bagian yang tak lepas dari keberadaan Masjid. Baginya, setiap Masjid bekewajiban memiliki Imam yang fasih bacaan Al Quran-nya. Serta memiliki keilmuan agama yang memadai. Tak kalah penting, berakhlak mulia.
Baca juga: Begini Persyaratan Menjadi Imam Masjid
Sejatinya, seorang Imam pun tak saja mampu memimpin shalat, namun juga menjadi guru dan rujukan bagi jamaah dalam menghadapu dan mengatasi berbagai persoalan hidup. Pendek kata, tempat bertanya bagi jamaah.
Keempat, Guru ngaji yang juga bagian sumber daya manusia Masjid mesti siap sedia dalam membimbing jamaah agar dapat membaca Al Quran dengan baik dan cakap. Memastikan semua jamaah Masjid mampu membaca Al Quran diibangi dengan jumlah guru ngaji yang cukup sesuai dengan kebutuhan bagi lelaki maupun perempuan.
Nah, para guru ngaji itu pun mesti memiliki metode baru dalam mengajarkan baca dan tulis Al Quran yang mudah, efektif dan efisien. Sementara bagi jamaah yang sibuk, disediakan layanan belajar mengaji melalui telepon, media sosial, hingga guru ngaji mendatangi rumah jamaah. [redaksi]