Mengintip Strategi Pembinaan dan Pengawasan Zakat Nasional

Mulai peningkatan kompetensi amil, hingga komunikasi dan pertanggungjawaban publik.

[JAKARTA, MASJIDUNA] — Pemerintah terus menggalakan gerakan zakat secara nasional. Namun di satu sisi, perlu pula pengawasan yang ketat agar penyaluran zakat dapat tersalurkan secara tepat an cermat. Kementerian Agama (Kemenag) pun membuat strategi dalam pengawasan zakat. Lantas seperti apa strategi tersebut?.

Direktur Jenderal (Dirjen) Bimbingan Masyarakat  (Bimas) Islam, Kamaruddin Amin mengatakan terdapat sejumlah strategi yang bakal digunakan pihaknya dalam mengawasi zakat secara nasional. “Ada beberapa strategi yang disiapkan Kemenag dalam pembinaan dan pengawasan zakat nasional,” ujarnya, Minggu (4/4) kemarin.

Pertama, peningkatan kompetensi amil. Kedua, tata kelola kelembagaan. Ketiga, akreditasi dan kepatuhan syariah. Keempat, optimalisasi teknologi. Kelima, komunikasi dan pertanggungjawaban publik. Dia merinci soal peningkatan kompetensi amil, Kemenag bersama Baznas dan Forum Zakat bakal  melaksanakan pembuatan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Amil.

Menurutnya, peningkatan kompetensi dilakukan agar amil dapat menjadi lebih profesional, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan pengelolaan zakat.  Dengan begitu, nantinya dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat. Dia mengakui, saat ini masih terdapat  banyak lembaga pengelola zakat yang belum dikelola secara profesional. Walhasil, lembaga zakat belum dikenal masyarakat, rendahnya kredibilitas, dan lemahnya perencanaan penghimpunan.

“Oleh karena itu Kemenag akan perbaiki tata kelola kelembagaan zakat,” katanya.

Kamaruddin lebih lanjut menjelaskan,  khusus akreditasi dan kepatuhan syariah, Kemenag telah melakukan inisiatif yang cukup penting dalam meningkatkan kinerja pengelolaan zakat di Indonesia. Antara lain dengan mengeluarkan standar audit syariah yang ditujukan untuk mengevaluasi kinerja lembaga zakat di Indonesia melalui beberapa aspek. Yakni kinerja lembaga, kinerja keamilan, kinerja pengumpulan dan pendistribusian, serta pendayagunaan.

“Adanya audit syariah dan Akreditasi dapat memberikan pencegahan terhadap penyalahgunaan dan penyelewengan terhadap dana umat,” ujarnya.

Menurutnya, lembaga pengelola zakat kurang mengoptimalisasi teknologi. Akibatnya berujung belum efektifnya sistem penghimpunan zakat dan pendistribusian zakat. Serta belum berkembangnya ilmu manajemen dan tata kelola zakat, khususnya sistem distribusi mustahik. Persoalan lainnya, soal komunikasi dan sosialisasi. Pasalnya  belum dianggap penting dan prioritas oleh lembaga pengelola zakat.

“Sehingga masyarakat kurang terinformasikan dengan keberadaan lembaga zakat dan kegiatannya,” pungkasnya.

[AHR/Bimasislam/ilustrasi: Tajdid.id]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *