Ketua DMI: Jangan Bawa Perbedaan Pilihan ke Masjid

Sebab prinsip DMI, masjid tak boleh dijadikan tempat ajang kamanye kontestasi politik.

[JAKARTA, MASJIDUNA] — Masjid sedianya menjadi tempat ibadah dan pusat peradaban. Sebaliknya, masjid tak boleh dijadikan tempat membawa pertentangan ajaran yang bertentangan dengan syariat. Apalagi perpsoalan perbedaan pilihan di boyong ke dalam diskusi masjid.

Demikian disampaikan Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Muhammad Jusuf Kalla di Jakarta, Selasa (1/12). “Kita harus menjaga masjid, tidak boleh membawa masalah perbedaan pilihan ke masjid,” ujarnya.

Baginya, masjid tak boleh dijadikan media dan tempat dalam menyebarkan ajaran radikal yang berujung pada pertikaian antara umat beragama. Dia mengimbau agar para  pengurus masjid se-Indonesia mengingat pentingnya regulasi dan prinsip DMI. Yakni masjid tak boleh dijadikan tempat ajang kampanye dalam sebuah kontestasi politik.

Dia pun menyorot  beredarnya video tentang seruan jihad dalam kumandang azan. Baginya, seruan jihad dalam rangkaian azan adalah tidaklah tepat. Dia berpendapat, seruan jihad harus diluruskan sebagai sesuatu yang bermakna baik. Sebaliknya jihad bukanlah ajakan berbuat kekerasan dengan mengatasnamakan Islam.

“Jihad jangan dijadikan seruan untuk membunuh, membom atau saling mematikan, karena itu bisa menimbulkan aksi teror seperti yang akhir-akhir ini terjadi di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah,” ujarnya mengingatkan.

Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Manan Abdul Ghani mengatakan seruan jihad sesungguhnya bermakna sebagai melakukan perbuatan dengan bersungguh-sungguh. Sehingga, seruan jihad dilakukan dalam mengajak umat agar berbubat  baik dan bermanfaat bagi orang banyak.

Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid menambahkan, agar seluruh pimpinan organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam dan para ulama untuk memberikan pencerahan kepada umat. Setidaknya agar tidak terjebak pada penafsiran tekstual Al Quran semata.

Sebab pemahaman agama secara tekstual, tanpa disertai pengertian kontekstual, dapat melahirkan paham radikal dan ekstrem di kalangan masyarakat. “Di sinilah pentingnya pimpinan ormas Islam, ulama dan kiai memberikan pencerahan agar masyarakat memiliki pemahaman keagamaan yang komprehensif,” pungkasnya.

[KHA/Ant/Foto: elsinta.com]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *