Ketika Wabah Sampar Merenggut Orang Tua dan Guru Ibnu Khaldun

[JAKARTA, MASJIDUNA]—Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan wabah virus corona (covid-19) sebagai pandemik. Wabah yang menyerang lima benua dan 80 negara secara serentak. Ratusan korban tews dan puluhan ribu terjangkit.

Dalam sejarah peradaban dunia, wabah penyakit pernah pula terjadi bahkan sangat dahsyat. Pada tahun 1347 sampai 1353, negara-negara Eropa hingga ke Timur Tengah dilanda wabah maut hitam (pes atau sampar) yang menewaskan sekitar 25 juta juta jiwa bahkan ada yang menyebut sampai 75 juta jiwa.

Dalam catatan waktu itu, dari Skandinavia sampai Italia orang-orang memukuli badan mereka dengan cambuk berduri sambil berharap semoga sengatan cambuk itu akan membersihkan mereka dari dosa.

Kala itu, dunia Islam pun tak terkecuali. Ibnu Khatimahu al-Andalusi (penulis Islam Andalusia) menuliskan dalam sebuah risalah bahwa penyakit itu telah meliputi sebagian kota-kota Andalusia. Selama berbulan-bulan, setiap hari sekitar 70 orang mati. Jumlah ini, kata Khatimahu, lebih kecil dibandingkan korban lainnya di negara lain. Di Tunisia, sekitar 1.200 orang tewas setiap hari.

Kebetulan pula di Tunisia, kala itu hiduplah Ibnu Khaldun, sang cendekiawan Muslin yang terkenal dengan bukunya “Muqaddimah”. Waktu wabah menyerang, Ibnu Khaldun adalah remaja 18 tahun yang sedang giat-giatnya menuntut ilmu. Namun, gairahnya kepada ilmu pengetahuan pun harus pupus sebab kedua orang tua dan para gurunya turut tewas akibat wabah yang dia sebut “menguras seluruh isi”. Dia menuliskan keganasan wabah itu: “Ketika aku pada usia meningkat lebih tinggi lagi, masaku berkembang mereguk ilmu pengetahuan, ketika selalu tidak puas dengan ilmu yang telah diperoleh dengan cara berpindah-pindah dari suatu sorogan ke sorogan lain, tiba-tiba penyakit pes menyerang semua orang, seluruh syekh, dan kedua orang tua diriku pun-semoga Allah merahmati mereka-wafat oleh serangan penyakit tersebut..”

Kondisi tersebut sangat menekan Ibnu Khaldun dalam kesedihan yang mendalam. Sampai-sampai, kesempatan menuntut ilmu dia tunda. Untuk mengisi waktu dan kesepian hidupnya, dia pun mencari pekerjaan umum ke sejumlah kota.

Seluruh kisah tentang wabah sampar tersebut, dan kehidupan masyarakat kala itu banyak dia tulis dalam catatan-catannya. Hal itulah yang menyebabkan dia dikenal sebagai peletak dasar ilmu sosiologi di dunia dan ilmu ekonomi Islam. Buku-bukunya dibaca sampai sekarang sebagai referensi dalam ilmu pengetahuan. Mark Zuckenberg pendiri facebook, memasukan Muqaddimah sebagai salah satu buku bacaan wajibnya.

(IMF/foto:mend.org.uk)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *