Kekerasan Seksual di Kampus Islam Jadi Sorotan

[JAKARTA, MASJIDUNA]—Kekerasan seksual di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) menjadi perbincangan hangat dari sejumlah tokoh. Isu yang senantiasa mengemuka itu menjadi keprihatinan banyak kalangan.

Rektor IAI Tarbiyatut Tholabah Lamongan Alimul Muniroh mengatakan fenomena kekerasan seksual selama ini sudah biasa terjadi. Ibarat gunung es, kata dia, praktik kekerasan seksual ini terlihat kecil di permukaan, tetapi ada banyak kejadian yang tidak terlihat dan tidak terduga dan jumlahnya sangat besar.

Menurut Muniroh, aturan di kampus tentang kekerasan seksual selama ini masih bersifat formalitas. “Sanksi yang ada kurang tegas diberlakukan kepada pelaku kekerasan,” katanya dalam forum tadarus Litapdimas yang digelar Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, Selasa (18/8/2020).

Sementara Direktur P2GHA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Witriani menyebutkan bahwa selama ini perlindungan bagi korban dan saksi belum memadai. Hingga diperlukan suasana kampus yang kondusif, aman, nyaman, sehat dan inklusif.

Karena itu, Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Muhammad Ali Ramdhani, mendorong PTKI di seluruh Indonesia, negeri maupun swasta, proaktif dalam mencegah fenomena kekerasan seksual di lingkungan kampus. Menurutnya, objek kekerasan bukan saja mengarah kepada perempuan saja, tetapi menyasar laki-laki sebagai korbannya juga.

“Kementerian Agama menjadikan butir-butir penting dalam moderasi beragama, praktik keagamaan, yang di dalamnya membangun relasi antara laki laki dan perempuan. Banyak kajian yang dilakukan dalam konteks ini, dan masih ada ruang pemikiran yang masih kosong,” kata Muhammad Ali Ramdhani.

Tindakan lanjutan atas upaya pencegahan kasus kekerasan seksual di kampus Islam itu, kini sedang disusun prossedur penanganan kasus kekerasan seksual, dengan berpedoman pada Surat Keputusan (SK) Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kementerian Agama (Kemenag) Nomor 5494 Tahun 2019.

Sanksi dalam pedoman ini diatur secara berjenjang. Tindak kekerasan seksual akan disidang dalam Dewan Etik untuk selanjutnya dilaporkan ke Menag. Unsur pidana dalam tindakan tersebut, bisa dilaporkan ke ranah hukum. Pihak kampus akan memberikan pendampingan kepada korban.

Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam M. Arskal Salim GP mengapresiasi para pihak yang terlibat dalam diskusi Litapdimas. Dia berharap, peserta diskusi dapat menindaklanjuti secara serius keberadaan SK Dirjen Pendis dengan menyusun teknis penanganan kasus kekerasan seksual di kampus agar para korban mendapatkan pemulihan yang maksimal dari pihak kampus.

“Kita sangat membutuhkan segera adanya protokol bagaimana menuangkan aturan SK Dirjen Pendis ini kepada level yang lebih lanjut. Kalau bicara struktur lagi-lagi ini masih lama, maka kita perlu bicara soal teknis seperti membuat hotline untuk dijadikan mediasi bagi korban kasus kekerasan, dan ini harus disosialisasikan,” desak Arskal.

(IMF/foto:malangTIMES)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *