Oleh: Istnan Hidayatullah (Dosen Akidah dan Filsafat UIN Datokrama, Palu, Sulawesi Tengah)
AL-QUR’AN sudah berusia 1.445 tahun. Sepanjang itu pula, kita suci yang diturunkan di tanah Arab ini mengisi ruang-ruang sejarah kehidupan umat Islam. Tak terhitung sudah berapa jumlah teks yang lahir dari pendaran cahayanya. Tak terdata berapa luasan pengaruh Kalam Allah yang teranyam dari huruf-huruf hijaiyah ini. Tak terprediksi siapa saja jiwanya yang gersang lalu tersirami naskah yang terangkai dari enam ribuan ayat ini.
Al-Qur’an merupakan pusat peradaban (hiwar al-hadharah). Pernyataan Nasr Hamid Abu Zayd ini tidak bisa ditampik. Data empiris yang ada cukup menjadi bukti. Al-Qur’an sebagai naskah (mushaf) maupun sebagai teks (nash) terus dibaca, dipelajari, dikaji, diteliti, didiskusikan, ditulis, dan dihidupkan dalam berbagai forum, majelis, halaqah, dan harakah komunitas muslim dan non muslim.
Ada persetujuan, ada juga perdebatan. Bahkan tak jarang juga penolakan dalam trajektori produksi dan reproduksi diskursus al-Qur’an. Semua berlangsung sebagai bagian dari dinamika yang menumbuhluaskan semangat menghidupkan al-Qur’an. Kata Fazlur Rahman, al-Qur’an semakin dikaji dan dikritisi semakin menguatkan posisinya. Sebab, kajian-kajian tersebut akan menambah bobot saintifikasi al-Qur’an.
Di tengah antusiame pengkajian al-Qur’an tersebut, tentu perlu juga didedah dimensi eksistensial al-Qur’an sebagai pedoman dan panduan moral umat Islam. Al-Zarkasy dalam kitab al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an menegaskan tiga elemen al-Qur’an yang juga tersirat dalam surah al-Fatihah. Yang pertama, elemen tauhid. Elemen ini berkait erat dengan persoalan ketuhanan, seperti dzat, nama, sifat, dan tindakan Allah. Pendek kata, bagian ini berisi doktrin teologis.
Kedua, elemen tadzkir (pengingat). Elemen ini berkelindan dengan masalah janji dan ancaman Allah, surga, neraka, serta hal-hal yang menyangkut batasan-batasan tindakan manusia. Jika disederhanakan, elemen ini merupakan elemen eskatologis.
Ketiga, elemen ahkam. Seturut namanya, elemen ini merupakan bagian dari al-Qur’an yang membicarakan tentang aturan dan norma hukum, seperti hukum taklifiyah (wajib, haram, sunnah, makruh, dan mubah), uraian tentang nilai manfaat dan mudarat, perintah, larangan, serta sunah-sunah Nabi Muhammad Saw.
Ketiga elemen tersebut, secara general, dapat ditemukan dalam surah al-Fatihah. Mungkin karena alasan inilah, surah yang wajib dibaca dan menentukan sah-tidaknya ibadah salat itu disebut sebagai ibunya al-Qur’an (umm al-kitab).
Elemen tauhid terdapat dalam empat ayat pertama surah al-Fatihah, yakni dari basmalah hingga maliki yaumiddin. Ayat-ayat tersebut mendeskripsikan tentang sifat-sifat dan eksistensi Allah. Sementara elemen tadzkir terdapat pada ayat ihdinash shirat al-mustaqim. Ayat ini berupa permohonan kepada Allah agar dipandu dalam melangkah di jalan yang lurus.
Terakhir, elemen ahkam terdapat dalam ayat iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in. Ayat ini menunjukkan komitmen tinggi untuk selalu memusatkan diri mengabdi (beribadah) hanya kepada Allah. Ibadah sendiri dimafhumi sebagai aktivitas yang erat kaitannya dengan hukum atau aturan yang ketat. Mulai dari bagaimana bersuci yang benar, menghilangkan najis dan hadas, serta ketentuan syarat dan rukun ibadah. Oleh karena itu, ia menjadi bagian tak terpisahkan dari pembahasan fikih (yurisprudensi).
Ketiga elemen al-Qur’an tersebut seyogianya dipahami dan dihayati, terutama, oleh umat Islam. Sebab, yang lebih penting dari urusan mengkaji dan membahas al-Qur’an adalah bagaimana mengamalkan al-Qur’an. Umat Islam berkewajiban menghadirkan nilai-nilai al-Qur’an di pikiran, hati, dan tindakan mereka. Umat Islam berkeharusan membumikan al-Qur’an di mana dan kapan pun ia berada.
Al-Qur’an bukan sekadar mushaf (tulisan). Melainkan juga nash (sumber kearifan) yang berfungsi sebagai telaga yang menghadirkan kesejukan bagi semesta. Berfungsi juga sebagai pohon-pohon rindang yang mendistribusikan kesegaran pada jagad raya. Dan untuk menjadikan al-Qur’an seperti itu merupakan tugas dan kewajiban setiap muslim. Allahumma irhamna bi al-Qur’an. [RAN/Foto: DokPri]