(8) Ramadan di Sydney: Tarawih di Masjid Tertua Al-Hijrah

LAPORAN: Dr. Izza Rohman, M.A. (Dosen UHAMKA, Jakarta/Pemerhati Sosial Keagamaan)

[TEMPE, SYDNEY, MASJIDUNA] — Australia adalah negara yang sangat multikultural. Keragaman asal-usul dan budaya penduduknya sangat terlihat terutama di kota-kota besar, terlebih lagi di Sydney. Di sini bisa dijumpai diaspora dari banyak sekali negara — termasuk dalam komunitas muslim. Ini menjelaskan mengapa kita dapat menemui tradisi Ramadan yang bervariasi dari masjid ke masjid. Sebagian besar masjid adalah kontribusi dari diaspora muslim yang beragam.

Itu juga berarti kita bisa menjumpai masjid dan tradisi Ramadan orang Indonesia. Ya, sudah ada kurang-lebih lima masjid yang dibangun oleh komunitas Indonesia di Sydney Raya. Yang tertua adalah Masjid Al-Hijrah yang berlokasi di Tempe (bukan diambil dari nama makanan, bacanya: Tempi), suatu daerah tak jauh dari Bandara Internasional Sydney. Masjid ini dikelola oleh Centre for Islamic Dakwah and Education (CIDE), organisasi diaspora yang terdaftar resmi di Australia.

Malam ini (17/3/24) saya berkesempatan ke masjid ini, yang sejarak 25 menit dari tempat saya tinggal. Kalau lewat tol, bisa 13 menit saja. Kalau naik kereta, bisa 40 menit atau lebih.

10 menit sebelum isya, imam shalat, seorang ustadz muda yang khusus didatangkan dari Indonesia (bersama dua ustad lainnya) untuk kegiatan selama Ramadan, membacakan rangkaian ayat di surah al-Baqarah, mulai ayat 90, secara tartil. Jamaah yang mulai berdatangan, menyimak dengan khusyuk bacaan yang merdu, sampai waktu isya tiba.

BACA: (7) Ramadan di Sydney: Buka Bersama Keluarga Mahasiswa Indonesia

Shalat isya berjamaah dimulai 8:53 malam. 12 menit lamanya. Sebelum tarawih ada kultum, yang disampaikan dalam bahasa Inggris, oleh seorang anak muda generasi kedua diaspora Indonesia. Generasi kedua dan ketiga diaspora Indonesia memang lebih fasih berbicara dalam bahasa Inggris. Jamaah pun tidak semuanya berlatar Indonesia ataupun bisa berbahasa Indonesia.

Inti ceramahnya adalah soal pemahaman yang tepat tentang doa, dan pentingnya doa di bulan Ramadan. Di akhir, penceramah mengingatkan perlunya memanfaatkan Ramadan untuk mendoakan rakyat Palestina. Ceramahnya berlangsung 6 menit.

Masjid tampak tidak penuh. Jamaah laki-laki tiga saf saja dari kapasitas lima saf. Mungkin karena ini sudah sepekan Ramadan, jamaah mulai maju. Tapi, ini menambah ketenangan ibadah di masjid ini.

Tidak ada zikir, shalawatan, ataupun doa yang dibacakan, entah setelah isya, di sela tarawih, setelah tarawih, ataupun setelah witir. Ada sedikit jeda di antara shalat tarawih. Hanya sebentar. Untuk zikir atau doa secara sirr.

Tempo tarawih cukup tenang. Imam membaca rangkaian ayat surah al-Baqarah di juz 2. Setiap dua rakaat tarawihnya sekitar 7 menit. Witirnya 10 menit. Saat witir, imam membacakan surah al-A’la di rakaat pertama, al-Kafirun di rakaat kedua, serta al-Ikhlash, al-Falaq, dan an-Nas di rakaat terakhir. Tarawihnya dalam 8 rakaat, witir dalam 3 rakaat. Formasi rakaatnya: 2+2+2+2+3.

Witir selesai 10:01. Kami langsung bergeser ke daerah Eastlakes, belasan menit dari Tempe. Ada titipan buku Cerah Mentari di Ufuk Sydney yang perlu saya ambil. [RAN/Foto: DokPri]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *