Berbisnis dengan Allah, Pasti Untung

Oleh: Dr. Juraidi Malkan, M.A. (Dosen Universitas PTIQ Jakarta/Ketua BP4 Pusat)

KEHIDUPAN kita adalah bisnis (interaksi) yang bertujuan mencari keuntungan. Secara garis besar ada 2 (dua) mitra bisnis kita yaitu berbisnis dengan sesama manusia (hablunminannas) dan berbisnis dengan Allah (hablunminallah).

Seseorang yang tidak menjaga dan memelihara kedua hubungan bisnisnya tersebut, dia akan termasuk kelompok orang-orang yang rugi dan terhina, sebagaimana firman Allah:

ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِنَ النَّاسِ …..

Artinya: “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, …..” (QS. Ali ‘Imran: 112).

Dalam melakukan hubungan bisnis (interaksi) dengan sesama manusia biasanya ada 3 (tiga) hal yang melandasinya yaitu: 

1.  Hubungan bisnis (interaksi) dilandasi rasa takut. 

Hubungan bisnis (interaksi) yang dilandasi rasa takut, seperti; hubungan antara bawahan dan atasan, atau pembantu dengan majikan. Hubungan ini akan menghasilkan sesuatu yang baik jika pihak atasan melakukan pengawasan secara ketat. Jika tidak dilakukan pengawasan bisa terjadi pihak bawahan akan bekerja semaunya saja. Pihak bawahan bekerja dengan baik karena dilandasi rasa takut terhadap atasan yang sewaktu-waktu bisa memecatnya. 

2. Hubungan bisnis (interaksi) dilandasi karena keuntungan.

Hubungan bisnis (interaksi) yang dilandasi karena mengharapkan keuntungan biasanya terjadi apabila salah satu pihak, atau para pihak mengharapkan keuntungan dari hubungan interaksi yang mereka lakukan. Semakin besar keuntungan yang dijanjian atau diharapkan, maka semakin bagus interaksi yang mereka lakukan. Sebagai contoh: Seorang ibu rumah tangga biasanya mau menghidangkan apa saja yang dia punya untuk tamu yang dia harapkan membawa keuntungan besar bagi dia dan keluarganya. Apalagi yang datang itu pejabat atau pengusaha dengan performan yang keren, pakai stelan jas dan mobil mewah. Akan tetapi jika tamu yang akan berkunjung ke rumahnya orang biasa saja, maka penyambutan atau penerimaannya pun biasa-biasa saja pula, bahkan suasananya dingin, tidak ada kehangatan, tidak ada suguhan yang istimewa karena dia tidak mengharapkan keuntungan dari tamu tersebut. Padahal bisa terjadi tamu yang pertama hanya berpura-pura dan menipu. Akhirnya bukan keuntungan yang ibu itu dapatkan, malah kerugian yang dia rasakan. 

3. Hubungan bisnis (interaksi) dilandasi karena mencintai.

Hubungan bisnis (interaksi) yang dilandasi karena rasa cinta adalah hubungan yang paling berkulitas dari 2 hubungan sebelumnya (karena takut, dan mengharapkan keuntungan). Seseorang biasanya mau melakukan apa saja untuk yang dia cintai, bahkan dia malu kalau yang dia lakukan untuk yang dia cintai itu tidak berkualitas. Dia akan berusaha berpenampilan yang maksimal jika akan bertemu yang dicintainya. Dan dia rela bekerja keras jika diperintahkan oleh yang dia cintai. 

Begitulah interaksi sesama manusia. Lalu bagaimana semestinya hubungan bisnis (interaksi) manusia dengan Tuhannya? Ketiga macam landasaan hubungan di atas sebenarnya bisa diterapkan dalam melakukan hubungan bisnis (interaksi) dengan Allah (hablunminallah). 

Pertama, landasan hubungan karena takut, sudah cukup membuat manusia menjadi baik. Karena dengan merasa takut terhadap adzab Allah maka segala perbuatannya akan terjaga dan terkendali, sebab Allah Maha Mengetahui, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Salah satu pengertian taqwa adalah takut. Yaitu takut terhadap adzab Allah. Jadi, landasan takut ini dapat melahirkan orang-orang yang bertaqwa. 

Kedua, landasan mengharapkan keuntungan jika diterapkan dalam hubungan interaksi kita kepada Allah, maka akan semakin dapat memperbaiki dan mempertinggi kualitas hubungan kita kepada Allah, sebab Allah menyediakan keuntungan yang sangat besar sebagaimana janjiNya:

مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

Artinya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan”. (QS. Al-Baqarah: 245).

Menarik untuk dikaji redaksi ayat di atas.  Setiap perbuatan baik, seperti menafkahkan hartanya di jalan Allah, diperhitungkan Allah sebagai pinjaman (memberi kredit) kepadaNya, dan setiap pinjaman atau hutang tentu wajib dibayar atau dikembalikan. Pengembalian dari Allah dilipatgandakanNya dengan kelipatan yang banyak ( أَضْعَافًا كَثِيرَةً). Berapa persenkah Allah memberi keuntungan? Allah akan lipatgandakan mulai dari 10 kali lipat, sampai 700 kali lipat. Perhatikan firman Allah berikut ini:

مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلا يُجْزَى إِلا مِثْلَهَا وَهُمْ لا يُظْلَمُونَ (١٦٠)

Artinya: ‘Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)”. (QS. Al-An’am: 160).

Dalam ayat yang lain Allah melipatgandakan sampai 700 kali lipat:

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ 

Artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah: 261).

Jadi, jika hubungan bisnis (interaksi) kita dilandasi karena mengharapkan keuntungan, maka hubungan bisnis (interaksi) kepada Allah harus lebih baik karena Allah menjanjikan keuntungan yang berlipatganda, dan Allah tidak pernah mengingkari janjiNya – ان الله لا يخلف الميعا د.

Ketiga, hubungan karena mencintai seperti hubungan seorang ibu terhadap anaknya, apapun ia lakukan demi anaknya. Tidak pernah dia mengeluh saat anaknya menangis minta sesuatu di tengah malam, meski sang ibu ini capek dan ngantuk. Dia ikhlas berkorban untuk anak yang dicintainya. Begitulah orang yang beriman, karena yang dicintainya adalah Allah, maka dia rela menjadi hamba Allah yang sesungguhnya:

مَنْ حَبَّ عَلَى شَيْئٍ فَهُوَعَبْدُهُ

Artinya: “Siapa yang mencintai sesuatu maka dia rela menjadi budaknya”

Semoga kita dapat menjaga dan meningkatkan kualitas interaksi (bisnis) kita dengan Allah SWT, karena berbisnis dengan Allah pasti untung. Terlebih lagi di bulan suci Ramadhan, imbalan/keuntungannya Allah lipatgandakan. Khusus untuk puasa dilipatgandakan sampai tak terbatas, dalam hadits qudsi disebutkan: “Puasa itu untukKu, dan Aku sendiri yang akan membalasnya”. [RAN/Foto: Dokpri]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *