Keharaman Buzzer Tak Diragukan Lagi

[JAKARTA, MASJIDUNA]—Aktivitas buzzer yang akhir-akhir ini jadi perbincangan, sudah cukup menganggu kehidupan di dunia media sosial. Sebab seringkali disertai dengan pelecehan, pencemaran nama baik, dan fitnah.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menerbitkan fatwa Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial yang diterbitkan pada 13 Mei 2017.


Salah satu poin dalam fatwa tersebut menyatakan aktivitas pendengung atau buzzer diharamkan jika menyebarkan informasi kabar bohong (hoaks), fitnah, perundungan, aib, gosip, dan hal-hal lain sejenis untuk memperoleh keuntungan.

“Aktivitas buzzer di media sosial yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoax, ghibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip, dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, hukumnya haram,” demimian salah satu poin fatwa tersebut.

Fatwa ini tidak hanya ditujukan kepada para pelaku semata, tapi juga para pihak yang memberikan fasilitas.

Lebih tepatnya, fatwa haram itu menyangkut:

Pertama, haram hukumnya bagi seseorang yang memproduksi, menyebarkan, membuat dapat diaksesnya konten/informasi yang tidak benar kepada masyarakat.

Kedua, tindakan memproduksi, menyebarkan dan membuat konten/informasi tentang hoaks, ghibah, fitnah, namimah, aib, bullying, ujaran kebencian, dan hal sejenis terkait pribadi kepada orang lain dan/atau khalayak hukumnya haram.

Ketiga, haram hukumnya bagi seseorang memproduksi atau menyebarkan konten/informasi yang bertujuan untuk membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar.

Terakhir, haram hukumnya menyebarkan konten yang bersifat pribadi ke khalayak, padahal konten tersebut tidak patut untuk disebarkan ke publik. Semisal seperti pose yang mempertontonkan aurat.

Tak hanya itu, fatwa MUI tersebut turut mengatur secara spesifik tindakan yang diharamkan dalam bermuamalah melalui media sosial yakni:

  1. Melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan.
  2. Melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antar golongan.
  3. Menyebarkan hoaks serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti info tentang kematian orang yang masih hidup.
  4. Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syar’i.
  5. Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya.

(IMF/foto: mui.or.id)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *