Muhammadiyah Gagas Filantropi Preneurship

[BANTUL, MASJIDUNA] — Organisasi kemasyarakatan keagamaan, Muhammadiyah terus berkhidmat bagi keumatan. Antara lain menghadirkan zakat. Umat pun perlu mengatahui informasi kezakatan secara utuh.  Misalnya, setelah dana itu dizakatkan nanti akan disalurkan kemana, atau mau diapakan. Selain itu, Muhammadiyah harus membangun perspektif bahwa zakat tidak hanya dibagikan kepada kaum fakir miskin.

Demikian disampaikan Ketua Lazismu PP Muhammadiyah, Hilman Latief,  dalam Seminar Nasional Pra-Muktamar Muhammadiyah ke-48 yang berlangsung di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, sebagaimana dikutip MASJIDUNA dari laman Muhammadiyah.

Dalam paparan materinya,  Hilman mendorong agar perlunya Muhammadiyah menggagas filantropi preneurship (kewirausahaan sosial). Yakni wirausaha yang menjalanankan fungsi filantopi. Beberapa konsep yang bakal dikembangkan. Pertama, filantopi preneurship. Yakni  filantropi berbasis enterpeneurship.

“Bahkan Lazismu melalui Rakornas di Lombok sudah mendeklarasikan tahun ini adalah menjadi tahun filantropi enterpeneurship sejak rakornas di Lombok dan semua sepakat untuk mendorong itu,” ujarnya.

Menurutnya, banyak pegiat zakat di Lazismu tak ragu lagi melalui filantropi berbasis usaha. Bahkan Dewan Syariah Lazismu, telah menyetujui Lazismu hadir dalam pemberdayaan ekonomi dan didukung oleh badan usaha yang kuat. 

Peluang Muhammadiyah menggagas filantropi enterpeneurship ini kata Hilman juga didukung dengan adanya Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 4 Tahun 2003  yang membolehkan dana zakat untuk istitmar (investasi). Dia menilai, filantropi enterpeneurship harus menawarkan mekanisme.

“Jangan sampai masyarakat mengetahui tanpa adanya formulasi jelas dan konsep yang tertata,” katanya.

Hilman menguraikan, formulasi pada akhirnya adalah wujud dari sinergitas dari unsur dan lembaga di Muhammadiyah.  Misalnya untuk masalah ekonomi Muhammadiyah sudah mempunyai Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK), untuk pemberdayaan sudah ada Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM), dan untuk membantu kelompok sosial dan tertentu ada Majelis Pelayanan Sosial (MPS).

“Saya kira filantropi enterpenurship ini bisa kedepan dikembangkan, karena Muhammadiyah sudah memiliki aktor-aktor pendukungnya,” pungkasnya.

[sumber: Muhammadiyah]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *