[JAKARTA, MASJIDUNA]—Sejak 17 Oktober 2019, Undang-undang Jaminan Produk Halal resmi diberlakukan. Salah satu yang menjadi perhatian adalah sertifikat halal bagi produk-produk makanan, minuman yang beredar di Indonesia (termasuk obat dan kosmetika secara bertahap) menjadi wajib (mandatory) untuk diurus para produsen atau pelaku usaha.
Menurut Ledia Hanifa Amaliah, yang pernah menjadi Ketua panja saat undang-undang ini dibahas di DPR, mengaku bersyukur.
“Kita sangat bersyukur bahwa Undang-undang yang melindungi masyarakat Indonesia , khususnya umat Islam telah berlaku. Kita berharap tidak ada lagi keraguan masyarakat saat akan mengkonsumsi makanan, minuman, obat dan kosmetika karena setiap produk yang beredar sudah memenuhi standar kehalalan dan keamanan yang dijamin negara.”
Soal adanya kritik pada badan, peraturan turunan hingga kekhawatiran beberapa pihak soal hilangnya kewenangan MUI, Ledia menyarankan semua pihak agar menahan diri dan membaca Undang-undang dengan cermat.
“Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal adalah penyelenggara sistem jaminan produk halal sesuai amanah Undang-undang, dengan beberapa kewenangan yang perlu dikoordinasikan dengan MUI.
Sementara MUI sendiri memiliki kewenangan khusus terkait penetapan kehalalan produk. Ini berarti kedua belah pihak saling terkait dan bekerjasama dalam keberlangsungan penyelenggaraan sistem jaminan produk halal, tidak ada istilah saling meniadakan.” jelasnya
Sementara terkait peraturan turunan yang diamanahkah oleh Undang-undang, Ledia berharap pemerintah bisa segera menyelesaikannya, agar implementasi Undang-undang ini menjadi komplit.
“Undang-undang ini memang belum sesempurna harapan kita, peraturan perundangannya juga banyak yang belum dikeluarkan pemerintah. Namun ini adalah langkah awal kita dalam melindungi kehidupan berbangsa, bernegara dan beragama dengan tentram. Sambil berharap agar pemerintah bisa segera mengeluarkan peraturan turunan, mari kita sama mensupport pemberlakuan Undang-undang ini.” (IMF, foto:muslim choice)