[PEKANBARU, MASJIDUNA] — Pasca pemberlakukan UU No.16 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, peran penghulu amatlah besar dalam mencegah perkawinan usia anak. Pasalnya penghulu menjadi pihak yang dapat memfilter boleh tidaknya calon mempelai menikah dengan melihat usia.
Demikian disampaikan Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Ditjen Bimas Islam Kemenag, Mohsen meminta penghulu pro aktif mencegah perkawinan anak. Menurutnya cara yang dapat dilakukan, dengan menolak mencatatkan pernikahan calon pengantin yang masih di bawah umur.
“Penghulu tidak boleh lagi mencatatkan perkawinan di bawah umur 19 tahun, baik calon suami maupun calon istri, kecuali adanya dispensasi dari Pengadilan Agama,” ujarnya di hadapan 90 penghulu pada Rapat Koordinasi Kepenghuluan Provinsi Riau, Rabu (16/10) di hotel Grand Zuri Pekanbaru.
Mantan Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Tengah ini mengatakan, regulasi ini mengatur bahwa usia menikah minimum bagi laki-laki dan perempuan menjadi sama, yakni 19 tahun. Dia mengapresiasi peran penghulu yang melaksanakan tugas pencatatan pernikahan di KUA Kecamatan, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, khususnya UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
“Selama ini KUA sudah bekerja dengan baik dengan menolak mencatatkan pernikahan calon pengantin yang di bawah usia 16 tahun sesuai ketentuan karena belum direvisi,” tutup Mohsen.
Sebagaimana diketahui, UU 1/1974 tentang Perkawinan, usia minimum menikah bagi laki-laki dan perempuan berbeda. Calon suami bisa dicatatkan perkawinannya jika sudah berusia 19 tahun dengan syarat harus ada izin dari orang tua karena belum berusia 21 tahun.
Sementara bila di bawah 19 tahun maka harus ada dispensasi dari pengadilan. Kemudian, calon pengantin perempuan yang belum berusia 16 tahun tidak lagi dapat dicatatatkan perkawinanya, kecuali mendapat izin dari orang tua dan keringanan dari pengadilan.
[AHR/Kemenag/Foto ilustrasi: BBC]