DPR Periode 2014-2019 Sahkan Dua UU “Islami”

[JAKARTA, MASJIDUNA] – Masa kerja DPR Periode 2014-2019 telah berakhir pada 30 September 2019 lalu. DPR periode ini telah merampungkan dua undang-undang yang bernafaskan Islam dari empat RUU yang direncanakan. Apa saja UU tersebut?

Dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019 DPR menyepakati sebanyak 222 RUU yang berasal dari inisiatif DPR, Presiden dan DPD terdiri 189 RUU dan 33 RUU yang masuk kategori prolegnas kumulatif.

Dari 189 RUU yang masuk dalam Prolegnas tersebut dalam penelurusan MASJIDUNA, sebanyak empat RUU yang memiliki spirit hukum Islam atau yang terkait dengan kehidupan masyarakat Islam di Indonesia. Keempat RUU itu yakni RUU larangan Minuman Berlakohol, RUU Pengelolaan Ibadah Haji dan Umroh, RUU Pesantren serta RUU Tabungan Haji.

Dari keempat RUU tersebut, dalam kenyataannya, DPR hanya mampu menyelesaikan pembahasan dua RUU menjadi UU saja yakni RUU Pengelolaan Ibadah Haji dan Umroh yang menjadi UU No 8 Tahun 2019 serta RUU Pesantren yang baru disahkan pada 24 September 2019 lalu atau jelang masa akhir jabatan DPR Periode 2014-2019 lalu.

Dua RUU lainnya, hingga DPR periode lalu berakhir tak kunjung disahkan. Seperti RUU Larangan Minuman Beralkohol yang telah dibahas sejak tahun 2015 lalu dan mengalami perpanjangan pembahasan, namun hingga DPR berakhir tak kunjung disahkan.

Pemicunya salah satunya terletak ketidaksamaan pandangan fraksi-fraksi di DPR mengenai judul RUU dengan dua opsi yang tersedia yakni “RUU Larangan Minuman Beralkohol” serta “RUU Pengendalian Minuman Berakohol”. Sedangkan RUU Tabungan Haji, hingga DPR berakhir memang tidak pernah dibahas dan belum masuk dalam Prolegnas Prioritas Tahunan.

Kendati demikian, khusus RUU Larangan Minuman Beralkohol dapat dibahas kembali di DPR Periode 2019-2024 ini karena paska perubahan UU No 12/2011 tetang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dikenal dengan istilah carry over yakni RUU yang telah masuk dalam tahap pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) maka dapat dilanjutkan pembahasan oleh DPR berikutnya dengan catatan disepakati oleh DPR, Presiden dan atau DPD. Ketentuan ini diatur di Pasal 71A UU tentang Perubahan Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. [RAN]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *