[JAKARTA, MASJIDUNA]–Kesadaran terhadap kebersihan lingkungan terus tumbuh di kalangan anak muda yang sering disebut kaum milenial. Mereka mulai menyadari arti menjaga lingkungan. Itulah yang membuat remaja Masjid Al-Bayyinah, Kampung Cipancur, Desa Sirnasari, Kecamatan Sariwangi, Kabupaten Tasikmalaya, meluncurkan Bank Sampah “Sauyunan”. Bank sampah ini sengaja dibuat untuk menampung sampah plastik warga sekitar. Warga dapat menjual sampahnya sesuai jenis yang telah ditentukan kepada pengelola.
Pendiri Bank Sampah Sauyunan M Anwar Fansy mengatakan, bank sampah itu sebenarnya sudah beroperasi sejak awal Juni 2019. Namun, peluncuran resminya baru dilakukan sehari setelah perayaan Hari Kemerdekaan ke-74 Republik Indonesia, dengan tujuan Kampung Cipuncur juga dapat merdeka dari sampah.
Padahal sebelumnya, jalan-jalan desa di Kampung Cipancur selalu terdapat banyak sampah. Anwar dan kawan-kawan pun merasa tergugah.
Maka setahap demi setahap, Anwar bersana sekumpulan remaja Masjid Al-Bayyinah membentuk bank sampah. Alhamdulilah, warga sekitar menyambutnya dengan positif. Antusias warga sangat tinggi untuk menjual sampahnya. Mereka yang sebelumnya beranggapan sampah sebagai barang tak bernilai, kini berubah untuk mengumpulkan sampah agar mendapat uang.
Selama dua bulan beroperasi, Bank Sampah Sauyunan telah memiliki 84 nasabah yang semuanya merupakan warga RW 04 Kampung Cipancur. Bahkan, 50 persen dari para nasabah cukup aktif dalam mengumpulkan.
Namun, tak setiap hari bank sampah itu beroperasi. Bank sampah hanya menerima kumpulan sampah dari warga hanya pada akhir pekan. Pasalnya, para remaja masjid itu juga belum memiliki bangunan sendiri. Saat ini, mereka masih menumpang di Masjid Al-Bayyinah.
Dalam sehari operasi, sampah yang dikumpulkan rata-rata mencapai 200 kilogram, di mana 70 persen di antaranya merupakan sampah plastik. Dalam satu bulan, sampah yang dikumpulkan bisa mencapai 1,2 ton.
Dalam dua bulan belakangan, omzet Bank Sampah Sauyunan baru mencapai Rp 3 juta. Anwar mengatakan, uang hasil perputaran sampah itu digunakan untuk membayar operasional, memberi upah sembilan karyawan, dan disumbangkan untuk gaji guru diniyah serta mubaligh.
“Karena perhatian kepada mereka masih kurang. Sementara di kampung-kampung itu, mereka merupakan tonggak dakwah,” kata Anwar.
Kini, bank Sampah “Sauyunan” memberi harga sampah sesuai jenisnya, seperti kertas, logam, plastik, dan lain-lainnya. Sampah kresek misalnya, dihargai Rp 300 per kilogram. Sementara harga sampah paling tinggi berupa logam tembaga, yaitu Rp 30 ribu per kilogram.
Karena itu, sampah yang masuk harus disortir terlebih dahulu. Lalu dikumpulkan di lantai dua masjid sebelum dijual ke pengepul. Meski belum memiliki lahan dan bangunan sendiri, para remaja itu tidak surut semangatnya untuk memerdekakan kampungnya dari sampah. Anwar mengatakan, saat ini Bank Sampah Sauyunan memang baru bisa menjangkau warga di RW 3 Desa Sirnasari. Namun, ia menargetkan, tahun depan bank sampah itu bisa mengajak seluruh warga Desa Sirnasari ikut serta mengumpulkan sampah. (IMF)